Jumat, 06 Agustus 2010

PENDIDIKAN ANAK DI BULAN RAMADHAN

Mengajak Anak Gembira Berpuasa

Melatih anak berpuasa menggembirakan anak di bulan Ramadhan, banyak yang bisa diperbuat. Dan beberapa yang ditawarkan di sini pun bisa dijadikan pilihan. Selamat mencoba!

Makan sahur

Bangun pukul tiga dini hari, bagi anak-anak tentu sulit. Orang tua perlu sabar untuk membangunkan tanpa diwarnai emosi, kejengkelan maupun kemarahan, sekalipun harus 3 atau 4 kali. Karenanya buatlah suasana rumah menjadi cerah dan gembira, misalnya dengan alunan ayat suci Al-Qur'an, nasyid, maupun lagu anak-anak. Termasuk menikmati acara televisi. Anak mungkin belum lapar pada saat itu. Maka, ibu perlu kreatif untuk membujuk mereka agar mau makan. Misalnya dengan mengajak mereka makan di halaman rumah sambil berjalan-jalan, mengiringi anak makan sambil membacakan cerita, dan sebagainya. Untuk menu makanan, pilihlah yang praktis namun sudah cukup kalori. Susu, telur dan roti, misalnya, pilihan yang sering disukai anak-anak, tidak memerlukan waktu lama untuk memakannya, namun memenuhi kebutuhan kesehatan dan kekuatan tubuh. di bulan Ramadhan, sungguh memerlukan perhatian ekstra. Hal pokok yang patut dicatat adalah bahwa tujuan utama melatih anak berpuasa adalah agar tumbuh kecintaannya terhadap ibadah ini. Maka dalam pelaksanaan latihan, kegembiraan mereka dalam berpuasa harus lebih diutamakan daripada keberhasilan secara kuantitas. Jangan sekali-kali memaksakan kehendak, menuntut anak agar bisa berpuasa secara syar'i. Untuk bisa

Tahapan berbuka

Bagi mereka yang belum berpengalaman berpuasa, ijinkan untuk berbuka kapan saja manakala mereka tak kuat bertahan. Namun beri mereka pengertian agar kemampuan berpuasa semakin ditingkatkan, atau minimal sama dengan yang sudah. Buatlah catatan yang jelas mengenai jadwal berbuka mereka setiap hari. Beri motivasi anak untuk senantiasa membuat statistik yang meningkat, atau minimal garis lurus. Jika semula berbuka pukul sembilan, mungkin empat hari kemudian pukul sepuluh, kemudian meningkat pukul sebelas, hingga akhirnya mencapai adzan zhuhur. Dari yang semula berbuka di adzan zhuhur bisa bertambah hingga adzan maghrib. Ide untuk selalu berpuasa setelah berbuka pun bisa dicoba.

Setelah berbuka pukul sepuluh, katakan bahwa dimulai puasa babak kedua hingga berbuka kembali pukul dua siang. Kemudian puasa lagi hingga berbuka saat adzan maghrib. Jangan lupa untuk mengikutsertakan anak-anak pada saat berbuka di kala maghrib, walau mereka telah berbuka sebelumnya, atau bahkan belum berpuasa sama sekali. Berbuka maghrib adalah peristiwa ruhani yang membahagiakan mereka.

Pengkondisian lingkungan

Singkirkan jauh-jauh makanan dan minuman apapun dari pandangan anak-anak. Kosongkan meja serta almari makan. Beri pengertian adik agar tidak makan di depan kakak yang berpuasa. Bahkan gambar-gambar yang bisa menerbitkan air liur pun perlu disimpan terlebih dahulu. Alkisah di tanggal 10 Muharram, Rasulullah menyuruh orang-orang Anshar berpuasa. Mereka bercerita, 'Maka kami sesudah itu berpuasa pada hari Asyura dan kamipun menyuruh anak-anak kecil kami untuk berpuasa, lalu kami pergi ke mesjid dengan membuatkan mainan dari kapas untuk mereka. Jika salah seorang dari anak-anak itu ada yang menangis minta makanan, kami beri dia mainan itu, hingga datang waktu berbuka." (HR Bukhari Muslim)

Perbuatan kaum wanita Anshar yang kreatif mencarikan kegiatan untuk anak-anaknya sangat bagus untuk dicontoh. Dan tentunya kita bisa lebih kreatif lagi dengan didukung fasilitas yang memadai. Sarana hiburan dan telekomunikasi pun menunjang. Intinya, sangat penting untuk merelakan waktu ibu seusai Ashar, untuk menemani anak-anak bercerita, bermain atau sekadar berjalan-jalan demi melupakan mereka pada rasa lapar.

Amaliah Ramadhan

Memperbanyak amaliah bulan Ramadhan akan memberikan suasana khas keceriaan Ramadhan yang turut membantu membangkitkan semangat berpuasa. Mempersering membaca al-Qur'an, shalat tarawih dan mengikuti pengajian harian, misalnya. Juga memperbanyak sedekah, saling berkirim makanan buka puasa antar tetangga.

Hadiah Harian dan Bulanan

Memberi hadiah atas usaha anak untuk berpuasa pun bisa menambah motivasi. Kepada anak berusia di atas tujuh tahun, imbalan hadiah di akhir bulan Ramadhan akan cukup membuat mereka bersemangat. Akan tetapi bagi anak yang lebih kecil, akan lebih efektif jika hadiah harian pun mereka terima. Hadiah harian bisa berupa barang sederhana, atau bahkan hanya berupa bintang dari kertas emas yang ditempel di dinding. Janjikan sebuah hadiah jika bintang mereka mencapai sepuluh, dua puluh, atau tiga puluh. Hadiah bulanan bisa merupakan kelanjutan dari hadiah harian, dan merupakan satu jenis kebutuhan yang sangat diharap-harapkan anak-anak. Katakan bahwa hadiah itu adalah pertanda kemenangan bagi usaha mereka mengalahkan hawa nafsu.
==========
Biar Anak tidak Matre

Bagaimana mencegah tumbuhnya sifat-sifat materialistis pada anak?

Ridha menengok kanan kiri dengan matanya yang awas. Setelah yakin tak melihat ayah dan ibunya di sana, Ridha pun berjingkat mendekati laci uang, membukanya perlahan dan memasukkan tangannya ke sana untuk meraih lembaran uang lima ratusan. Perbuatan serupa sudah tiga kali ia lakukan dalam sehari itu, yang berarti ia memperoleh tambahan uang jajan dua ribu perak dari uang saku sebenarnya. Dan keseluruhan uang itu pun telah habis untuk membeli jajan, es, dan mainan.
Kedai milik orang tua Ridha memang hanya dijaga oleh ibunya seorang, sehingga tak ada yang menggantikan jaga jika sesekali ditinggal ibu.
Kesempatan terbuka lebar untuk Ridha menambah uang jajannya setiap hari. Kebiasaan ini bukannya tak diketahui oleh ibunya. Ibu hanya bisa mengurut dada melihat kebiasaan menghamburkan uang seperti itu, sementara jika dinasehati Ridha hanya pasang gaya cuek. Kira-kira berapakah usia Ridha? Jika ia anak lima tahunan, awalnya adalah wajar jika ia menginginkan uang saku yang bisa 'mencukupi' keinginan jajannya. Namun, kewajaran seperti ini harus segera diarahkan agar tidak menjadi penyakit. Jika ternyata Ridha adalah anak berumur tujuh tahun, maka kebiasaannya tersebut sudah dapat dikategorikan gejala materialisme dini.

Betul, anak-anak bisa mengembangkan sifat materialistis jika tidak dididik dengan benar sedari kecil. Beberapa dari Gejala awalnya, seperti enggan menabung, enggan berinfaq, suka jajan berlebihan, sudah bisa mulai nampak di usia enam tahun. Di usia inilah, rata-rata anak mulai mengerti makna uang serta manfaatnya bagi kesenangan mereka. Itu sebabnya bagi anda yang memiliki putra-putri usia sekitar enam hingga delapan tahun, jika anak-anak ini masih sulit mengendalikan keinginannnya terhadap uang sehingga lupa diri dan langsung habis untuk bersenang-senang dalam sehari, anda harus bertanya-tanya, apakah ada bibit-bibit materialisme yang bersemai di dalam hati mereka? Sebaiknya, segera antisipasi dengan cara mendidik anak untuk berzuhud terhadap harta. Bagaimana maksudnya? Bagaimana pula caranya?

Zuhud untuk si Kecil

Jangan mengartikan zuhud dengan tidak suka memiliki banyak harta, karena Rasulullah saw yang paling zuhud di antara kita pun memiliki banyak sekali harta. Namun, semua harta itu beliau infaqkan, hingga hanya bersisa sekedarnya untuk hidup sangat sederhana.
Beliau pernah berinfaq ladang kurma untuk sahabat-sahabatnya. Pernah pula menyedekahkan ratusan ekor kambing yang banyaknya antara dua celah gunung. Begitulah ajaran zuhud sang Rasul mulia, yaitu bahwa manusia harus mencari harta sebanyak-banyaknya, namun mampu pula menyedekahkan pula sebanyak-banyaknya dariharta itu. Esensi inilah yang akan kita ajarkan kepada anak-anak kita. Agar mereka mampu mensyukuri nikmat harta yang mereka miliki, agar bisa menghayati bahwa semua harta itu milik Allah jua, selanjutnya agar rela memberikan sebagiannya kepada orang lain. Anak yang terdidik untuk zuhud terhadap harta, maka ia akan suka menabung, suka bersedekah, lebih mudah menahan keinginannya untuk membeli sesuatu, dan sikapnya ringan menghadapi masalah uang. Jika ada pun mereka terima, tetapi jika tak ada pun tak menjadi masalah. Anak-anak seperti ini tak akan terpengaruh oleh krisis moneter, sebab mereka mudah menerima perubahan dari
kaya menjadi miskin.

Semua Harta Milik Allah

Inilah konsep dasar yang harus ditanamkan ke dalam pengertian anak sedini mungkin. Semenjak mereka mulai bisa berkomunikasi dengan orang tuanya, juga dengan teman-temannya. Terutama, ketika usia anak sekitar lima tahun, dimana umumnya sifat egosentris telah mulai memudar dan anak mulai bias menerima pengertian.

Penanaman konsep ini memerlukan waktu sangat lama, bisa bertahun-tahun. Jangan sekali-kali mengharapkan hasilnya akan terlihat hanya dalam satu atau dua tahun. Yang diperlukan adalah konsistensi, keistiqamahan orang tua dalam mendidik, serta kepekaan untuk memasukkan nilai-nilai ini ke dalam praktik kehidupan sehari-hari. Inti dari nilai yang ingin kita tanamkan kepada anak di sini adalah: bahwa semua barang dan uang yang mereka miliki sebenarnya adalah milik Allah yang dititipkan kepada kita selama di dunia. Titipan itu harus kita jaga baik-baik, dan penggunaannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Dan yang lebih penting, bahwa siapa yang dititipi harta banyak dan yang sedikit, itu terserah Allah, tidak berarti yang satu lebih mulia dari yang lain.

Mengisahkan Ayat Allah

Jika ada waktu yang dianggap tepat untuk bercerita kepada anak-anak, semisal menjelang tidur, saat makan, atau saat bermain bersama, menyinggung tentang firman Allah dalam surat at-Takatsur ayat 1 dan mengartikannya secara bebas akan banyak bermanfaat.

Anak yang masih kecil mungkin belum cukup memahami maksud ibunya, namun jika dilakukan berkali-kali, minimal mereka akan merekamnya terlebih dahulu, sehingga mudah diberi pengertian nantinya. Untuk anak balita, menerangkan tafsir ayat dengan bantuan gambar-gambar menarik akan lebih mudah masuk ke dalam memorinya.

Ketika Mendapat Rezeki

Ketika anak memperoleh rezeki, senantiasa ingatkan bahwa semuanya itu dari Allah semata. Pengertian rezeki bukan terbatas pada bentuk uang saja.
Makanan, minuman, pakaian, mainan, baik yang membeli, maupun diberi orang, kesehatan, keselamatan perjalanan semua dapat dikatakan rezeki. Sembari memberikan uang jajan bekal sekolah, mengingatkan, "Lima ratus perak harta Allah dititipkan padamu pagi ini, pergunakan baik-baik di sekolah, ya." Atau berpesan saat mengenakan baju usai mandi sore, "Pakaian bagus ini Cuma titipan, bukan milik kita. Kalau kita mati, ditinggal semua di sini. Kita mati nggak bawa apa-apa." Proses awal ini tidak akan bisa cepat diterima anak, karena bertentangan dengan fitrah egosentrisme mereka, yang menganggap segala sesuatu adalah miliknya. Itu sebabnya orang tua tak boleh bersikap memaksa. Konsep 'semua harta milik Allah' hanya bisa diperkenalkan terlebih dahulu, dan bisa makan waktu berbulan-bulan. Namun, semakin sering diupayakan pengenalannya, akan semakin cepat mengikis sifat egosentris anak. Ketika Kehilangan Barang Betapa sedih hati sikecil, ketika balon di tangannya meletus. Meledaklah tangisnya menyesalkan kesialannya. Padahal balon milik teman-temannya masih bagus-bagus. Biarkan anak menangis supaya hatinya sedikit lega. Setelah tenang, masukkan pengertian bahwa balon itupun hanya harta titipan semata, bukan milik kita. Begitu pula dengan balon lain yang ada di tangan teman-teman. Semua cuma titipan.

Jika Enggan Meminjamkan

Kebahagiaan dan kebanggaan seorang anak ketika memperoleh barang baru, seringkali membuat mereka enggan meminjamkannya kepada teman lain. Sebenarnya hal ini masih wajar, karena toh barang itu milik mereka. Namun, untuk melatih empati anak serta meningkatkan kemampuan bersosialisasinya, akan lebih baik jika kita beri motivasi mereka untuk mau berbagi dengan orang lain. Ibu bisa katakan, "Sayang, mainan itu toh milik Allah juga. Hanya dititipkan sementara padamu. Kalau dipakai bersama-sama akan lebih baik.Pahalanya kamu yang dapat."

Kepekaan Sosial

Jangan dilewatkan kesempatan ketika mobil berhenti di perempatan jalan, dimana banyak anak menjajakan kue, kertas tisu maupun koran. Bangkitkan empati anak dengan menceritakan gambaran kehidupan anak-anak jalanan yang sengsara itu. Atau manakala melewati rumah-rumah gubuk dan kumuh, ajaklah anak membayangkan seandainya mereka yang harus tinggal di sana. Juga ketika melihat tukang sampah yang menarik gerobak sampah hingga berpeluh di bawah terik matahari. Dan seribu satu sisi-sisi kemiskinan lain yang banyak dapat kita jumpai di mayarakat. Ajaklah anak mensyukuri nikmat Allah yang memberikan titipan harta cukup banyak kepada kita. Dan bahwa titipan sebanyak itu pun semata karena rahmat Allah, bukannya karena kepandaian kita saja. Akhirnya, tumbuhkan kesadaran anak bahwa satu ketika kelak bukan tak mungkin kehidupan kita berubah menjadi miskin seperti itu. Maka dari itu, ketika berkecukupan janganlah foya-foya. Hidup sederhana saja, supaya jika nantinya harus jatuh miskin mereka tidak terlalu kaget.

Menabung dan Berinfaq

Memberikan teladan untuk menabung dan berinfaq secara rutin akan sangat efektif untuk mendidik anak agar tidak mata duitan. Akan lebih baik jika
ibu memotong langsung uang infaq dari uang saku mereka. Dengan begitu anak merasa telah menyisihkan uang dari hartanya sendiri. Sedekah yang diambilkan dari dompet ibu masih kalah efektif walau yang memberikannya kepada pengemis adalah anak-anak.

Berlatih Miskin

Sesekali, rekayasa satu kondisi tanpa harta. Beri pengertian kepada anak bahwa harus ada penghematan, karena anggaran menipis. Maka, potong uang saku mereka. Sederhanakan lauk di meja makan. Tahan keinginan mereka untuk membeli sepatu, tas atau barang baru lainnya. Ingatkan kembali tentang teman-teman yang bernasib lebih malang dari mereka. Momen puasa Ramadhan, sangat pas untuk keperluan ini. Di kala anak mengeluh karena perut melilit menahan lapar, itulah saat terbaik untuk menumbuhkan empati mereka kepada orang-orang miskin. Jika empati ini telah tumbuh, lebih mudah bagi kita untuk mengajak mereka hidup zuhud, dengan mengurangi pengeluaran dan memperbanyak tabungan serta infaq.•

Ramadhan dan Pendidikan Afektif

oleh : Mardias
Perputaran waktu terasa begitu cepat, terlebih bagi kita yang bekerja tak kenal waktu, sepanjang siang atau malam yang terkadang kitapun lupa, sehingga tak terasa bulan Ramadhan yang mubarak tahun ini kembali kita masuki, tentu saja memasukinya dengan perasaan senang. Karena itu tiap kali Ramadhan datang, sebagai seorang Muslim kita harus perlihatkan kegembiraan itu, baik pada Allah SWT maupun sesama kita umat manusia.
Kita tentu tak ingin Ramadhan yang mulia ini lewat dan berakhir begitu saja, tanpa ada nilai positif yang harus kita lakukan. Untuk itulah kita bertekad untuk memperbaiki diri melalui ibadah Ramadhan, untuk selanjutnya kita perlihatkan hasil-hasilnya dalam mengarungi kehidupan sesudah Ramadhan tersebut.
Said al-Hawwa menuliskan dalam Bukunya Al Islam bahwa pada hakikatnya Ramadhan merupakan madrasah, jika orang yang berpuasa pandai memanfaatkannya, mereka akan menjadi manusia baru, tidak seperti sebelumnya. Ramadhan adalah madrasah tempat seorang Muslim memperbarui ikatan-ikatan Islam pada dirinya dan mengambil bekal yang dapat menutupi segala kekurangan sebelumnya. Ramadhan merupakan syahru tarbiyah. Dalam bulan ini umat Islam dididik untuk bisa berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya, baik dalam konteks vertikal (hubungan dengan Khalik) maupun horizontal (sesama makhluk). Dengan berbuat kebaikan pada dua konteks itu diharapkan tidak hanya tercipta kesalehan religius, tetapi juga kesalehan sosial. Bagi yang berbuat kebaikan disediakan hadiah (reward) berupa pahala, sedangkan bagi yang tidak disediakan hukuman (punishment) dalam bentuk dosa. Jika dikaitkan dengan taksonomi pendidikan model Benjamin S. Bloom, jelas bahwa pendidikan Ramadhan masuk dalam "kapling" pendidikan afektif.
Secara umum, pendidikan itu meliputi tiga hal pokok yang dituju bagi siswanya, yakni afektif, kognitif dan psikomotorik. Afektif yakni yang berkaitan dengan sikap, moral, etika, akhlak, manajemen emosi, dan lain-lain. Kognitif yakni yang berkaitan dengan aspek pemikiran, transfer ilmu, logika, analisis, dan lain-lain. Sedangkan psikomotorik adalah yang berkaitan dengan praktek atau aplikasi apa yang sudah diperolehnya melalui jalur kognitif.
Entah disadari atau mungkin juga tidak di sadari, apa yang ada di dalam praktek persekolahan kita di Indonesia sekarang ini lebih kepada masalah pengajaran dan bukan kepada masalah pendidikan. Baik itu mulai TK, SD, SMP, SMU sampai perguruan tinggi pun S1, S2 maupun S3, porsinya sekarang ini lebih kepada masalah kognitif atau transfer of Knowledgenya saja. Ini yang disebut dengan pengajaran. Sebatas pengajaranlah sekarang ini yang dipraktekkan di dalam proses belajar mengajar. Masalah apakah ilmu yang diajarkan itu siswa bisa mempraktekkan atau tidak, menjadi nomer ke sekian bagi tujuan pembelajaran. Demikian juga dengan masalah moral, akhlak, atau afektifnya menjadi nomer ke sekian juga di dalam masalah pembelajaran saat ini.
Jika dicermati, salah satu kelemahan pendidikan kita terletak pada aspek afektif. Hal itu dapat dibuktikan dengan menunjukkan banyaknya kasus negatif dalam bidang afektif yang mewarnai dunia pendidikan kita. Berbagai kasus pelecehan seksual yang dilakukan oknum guru terhadap murid, tawuran pelajar, penyontekan, menurunnya rasa hormat murid terhadap guru, banyaknya siswa yang terlibat pelanggaran seksual dan narkoba, dan lain-lain merupakan deretan panjang pelanggaran dalam bidang afektif.
Lantas, apa kontribusi pendidikan Ramadhan dalam kaitannya dengan penciptaan iklim pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai afektif? Jika dicermati, konsep pendidikan Ramadhan pada prinsipnya sederhana, tetapi mendasar, yakni berlaku mutlaknya suatu peraturan (syariah). Peraturan dalam pendidikan Ramadhan diberlakukan secara tegas, termasuk konsekuensinya, yakni ketaatan pada peraturan dihargai dengan hadiah dan pelanggaran direspons dengan hukuman. Dalam dunia pendidikan kita, konsep seperti itu sebenarnya sudah ada, bahkan sudah lama, tetapi cenderung sebatas konsep. Kalaupun direalisasikan, realisasinya tidak maksimal dan kadang-kadang terkesan diskriminatif.
Hal itu turut menjadi variabel pengganggu yang menyebabkan perealisasian pendidikan afektif tidak sesuai harapan. Idealnya, kepada siswa yang taat dan berprestasi-tanpa memandang siapa, anak siapa dia, dan latar belakangnya bagaimana-pihak sekolah memberi hadiah. Apa pun bentuknya. Bagi pelaku pelanggaran, sekecil apa pun kadar pelanggarannya, hukuman bersifat mendidik harus diberikan. Ini penting untuk mendukung tumbuhnya kesadaran siswa. Dalam hal ini, perlu mendapatkan pemahaman yang benar bahwa hadiah tidak harus diartikan materi dan hukuman tidak harus diartikan hukuman fisik.
Pujian yang tepat konteks, misalnya, merupakan salah satu bentuk hadiah yang baik. Kesan yang selama ini ada dan realitanya memang demikian, hukuman dan hadiah itu dianggap hal sepele sehingga tidak diberikan kecuali dalam momentum monumental, misalnya saat kelulusan. Akibatnya, hadiah dan hukuman yang efek psikologisnya besar bagi siswa tidak memiliki kesempatan untuk mewarnai perilaku afektif siswa.
Jika direalisasikan secara proporsional, hadiah seperti apa pun wujudnya akan menguatkan motivasi belajar. Kebalikannya, hukuman dalam bentuk apa pun akan menumbuhkan kesadaran. Jika dicermati dari segi hakikatnya, hadiah dan hukuman sebenarnya merupakan salah satu bentuk treatment dalam dunia pendidikan. Pemberian treatment itu penting karena aspek afektif sulit tumbuh secara alamiah dalam diri siswa. Sayangnya, pemberian hadiah dan hukuman itu kurang mentradisi dalam pendidikan kita. Ramadhan ini kiranya merupakan momentum yang tepat untuk mempelajari bagaimana seharusnya pendidikan afektif diimplementasikan. Wallahu’alam bisshowab.
*) Disarikan dari berbagai sumber

Rabu, 21 April 2010

KHUTBAH JUMAT : DAKWAH ISLAM MENUJU RIDHO ALLOH

Oleh : Drs. Moh. Hasin, M.Ag
Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Melalui Mimbar yang mulia ini saya menghimbau kepada diri saya pribadi juga kepada Maasyirol Muslimin untuk tidak henti-hentinya berusaha terus meningkatkan Taqwa Kita kepada Alloh SWT dengan cara melaksanakan apa yang diperintahkannya serta menjauhi apa yang dilarangNya.

Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Pada kesempatan ini saya mendapat Amanah dari Ta’mir untuk menyampaikan Tema Khutbah “DAKWAH ISLAM MENUJU RIDHO ALLOH”. Kurang lebih ada 2 kata Kunci dari tema tersebut yaitu Dakwah Islam dan Ridho Alloh.

Dakwah yang secara lughah (da’a – yad’u , da’watan) berarti, mengajak atau menyeru, Dalam Kitab Rosmul Bayan at-tarbiyah, Makna dakwah tertulis sbb :

Artinya : Mengajak manusia kepada Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik, sehingga mereka meninggalkan thaghut dan beriman kepada Allah agar mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.

Adapun arti Ridho secara lughah (Rodhiya, yardho, Rodin) berarti rela atau berkenan. Ridho Alloh = Alloh rela/berkenan terhadap apa yang kita lakukan.

Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Dalam sebuah risalahnya, Imam As-Syahid Hasan Al-banna pernah menyebutkan cirri-ciri Dakwah Sebagai berikut :

1. Dakwah Islamiah yang Konprehenship (Syumuliah Fi Da'wah)
Maksud Imam Hasan adalah bahwa dakwah Islamiah seharusnya membawa risalah Islam yang asli. Dakwah tersebut bukanlah didalam maksud yang sempit atau terbatas, misalnya terbatas pada sudut kecendekiawanan (keintelektualan) saja, atau pada sudut politik semata, dsb. Seterusnya manusia juga perlu memperoleh penjelasan tentang jalan dakwah Islamiah agar mereka faham tujuan dakwah yang sebenarnya sehingga masyarakat umum tidak merasa samar-samar akan cara-cara dakwah Islamiah.


2. Dakwah yang bersifat Rabbani (Robbaniah Fi Da'wah)
Yaitu berdakwah dengan menyeru manusia kepada Allah.

"Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di'azab. Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman." (QS 26:213-215)


"Wasilah-wasilah (jalan-jalan) dakwah hari ini dan kemarin mungkin berbeda; dakwah pada masa lalu lebih dalam bentuk ceramah-ceramah atau khutbah-khutbah ataupun ditulis dalam risalah-risalah atau surat-surat. Namun wasilah pada hari ini adalah melalui majalah-majalah, surat kabar, risalah-risalah internet, dan peralatan radio... kesemuanya ini adalah merupakan jalan untuk sampai kepada hati manusia"
Maksudnya, dakwah pada hakikatnya adalah untuk menghubungi hati-hati manusia; seruan-seruan, program-program dsbnya hanyalah berfungsi sebagai media untuk mencapai hakikat tersebut. Jadi, dakwah Islamiyah adalah "dakwah yang mana kita ingin mengetuk pintu-pintu hati manusia" agar terbuka dan menerima hakikat keimanan kepada Allah SWT. "Oleh karena itu, tugas Dai sebagai ahli dakwah adalah untuk memperbaiki jalan-jalan (untuk sampai pada hati manusia)... sehingga tercapailah apa yang dimaksud".
Ringkasnya, tugas seorang du'at adalah memanggil manusia kepada Allah, dengan berbicara kepada hati mereka melalui pembentukan kesadaran yang murni terhadap tanggung jawab mereka kepada Allah. Para da'i tidak akan dapat berfungsi sebagai pendakwah yang dapat membawa hidayah seandainya hati para da'i tersebut masih kotor. Karena itulah, Imam Hasan mengungkapkan agar para da'i menjadi : "Rahib di malam hari, pejuang di siang hari (Ruhban fil lail, wa fursan fin nahar)"

3. Dakwah yang membawa makna Islah
Maksud dakwah yang membawa makna Islah adalah bahwa kita harus berusaha memperbaiki keadaan yang meliputi Ummah. Termasuk di sini adalah berbagai usaha yang mencakup setiap aspek, yaitu mengISLAHkan INSAN, MASYARAKAT, dan NEGARA.
Kita haruslah berupaya sedapat mungkin melaksanakan ataupun membantu setiap aspek yang membawa Islah.
Imam Hasan menyimpulkan maksud ini dalam seruannya: "perbaikilah Peraturan-peraturan, perbaikilah suasana lahiriah masyarakat, perangilah amalan-amalan yang berlebihan (ibahiah) di dalam masyarakat, susunlah sistem pendidikan... "
Demikian juga di dalam sejarah hidupnya, beliau banyak menulis surat baik kepada para ulama maupun para pemimpin masyarakat agar mereka mengusahakan perbaikan masyarakat dan negara.
Dakwah seharusnya bukan datang untuk menentang segala yang ada di dalam masyarakat, melainkan untuk MEMPERBAIKINYA. Kita bukanlah bertugas sebagai hakim yang menilai, menghakimi, dan menghukum masyarakat; melainkan sebagai TABIB yang mengobati masyarakat. Kita haruslah bersikap seperti pohon, manusia melempari kita dengan batu namun kita membalasnya dengan buah kebaikan.

Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Sekarang ini adalah era online, era dimana dunia tak lagi berjarak. Kita bisa ke mana saja, melintasi negeri atau menjelajahi benua tanpa harus beranjak dari tempat duduk. Yang diperlukan cuma seperangkat komputer dan fasilitas internet. Bagi yang tidak punya, bisa nongkrong di Warung Internet. Itupun ongkosnya murah meriah.

Bagaimanakah para ulama menyikapi gegap gempitanya era online seperti saat ini? ternyata mereka tak menutup mata. Para penerus salaf itu malah pro aktif memanfaatkan situasi ini demi memperluas kepakan dakwah mereka.

Coba telusuri http://www.alhabibomar.com/ . Lewat situs ini kita bisa mengenal lebih dekat Habib Umar bin Hafiz, ulama asal Tarim yang telah tersohor di dunia. Perjalanan dakwahnya yang merambah negeri-negeri muslim di seantero kolong jagad dicatat di situs ini, plus gambar-gambar eksklusifnya. Dari situs ini pula, kita bisa menggali pengetahuan dari Habib Umar. Pasalnya, ceramah ilmiah beliau dalam beragam disiplin ilmu (fikih,tafsir, sirah, tasawuf dan kewanitaan) bisa diunduh di sini. Ceramah-ceramah itu bisa diambil dalam format MP3 maupun video. Insya Allah, hal semacam ini bukanlah bid’ah dhalalah dan Insyaalloh Alloh Ridho terhadap apa yang kita lalkukan

Situs yang selalu ter-update ini menawarkan kesegaran ruhaniyah, cocok bagi kaum muslimin yang selalu haus akan ilmu. Untuk yang ingin memecah segala problema kesehariannya, situs ini menyediakan ruang fatwa dan curhat. Jawabannya dijamin memuaskan dan penuh tanggung-jawab. Habib Umar, sebagai seorang salaf, memang telah melangkah jauh ke depan. Beliau sangat arif, bisa membaca pergerakan zaman. Dan karena itu, pecinta-pecinta salaf yang tersebar di sudut-sudut bumi bisa menimba banyak manfaat dari beliau.

Langkah ini diteladani oleh salah satu murid terbaik beliau, Habib Ali bin Abdurrahman al-Jufri. Ulama karismatik yang lagi digandrungi kaum muda ini juga membuat situs pribadi, yakni www.alhabibali.com. Di situsnya, Habib Ali memberikan pengajian membahas beberapa bidang pengetahuan yang berkaitan erat dengan khalayak: fikih, hadis, tasawuf, dan fatwa-fatwa hukum bagi wanita. Semuanya bisa disimak dalam bentuk audio. Jadi kalau pengin menjadi santri beliau, tak usah jauh-jauh ke Timur Tengah, cukup klik alamat situs ini.

Ulama kelahiran Saudi Arabia ini ternyata sudah go internasional. Itu bisa kita ketahui dari jejak perjalanan dakwah beliau di situsnya. Habib Ali pernah singgah di Jerman, Belgia, Perancis, Kuwait, Libanon, India, Srilanka dan lainnya. Semua itu dalam rangka dakwah, bukan plesir liburan semata. Di setiap Negara yang dikunjungi, beliau bertemu muka dengan tokoh-tokoh pergerakan Islam. Gambar momen-momen penting itu terdokumentasikan dan bisa dilihat di situs pribadi beliau.

Tak kalah dari keduanya, seorang ilmuwan kawakan dari negeri Syria melakukan hal serupa, membikin website. Beliau adalah Doktor Said Ramdhan al-Bouthy, alumnus al-Azhar yang kini menjadi rektor di Universitas Damaskus. Alamat situsnya adalah: www.bouti.com. Nuansa ilmu sangat pekat di situs ini. Terdapat ceramah-ceramah beliau di pelbagai forum yang bisa didengar pengunjung secara online. Yang terpenting barangkali fatwa-fatwanya yang senantiasa menjadi rujukan ulama di Timur Tengah sana. Kapasitas ulama yang getol menyitir wahabi ini memang tak perlu disangsikan. Beliau memegang bertumpuk jabatan strategis. Selain menjadi rektor Universitas terkemuka di Syria, beliau juga anggota dewan kehormatan di negeri Oman, serta menjadi anggota rektorat di Universitas Oxford, Inggris.

Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Selain situs-situs bersifat pribadi diatas, ada lagi beberapa situs yang perlu dikunjungi. Misalnya http://www.rubat-tareem.net (situs resmi Rubat Tarim, pesantren klasik yang telah mencetak ribuan ulama besar) www.daralmostafa.com/ (situs resmi pesantren asuhan Habib Umar bin Hafiz), atau www.ahgaff.edu. (Situs resmi Universitas al-Ahqaff, Hadramaut).

Para peretas jalan salaf di dalam negeri tak mau ketinggalan. Mereka turut larut dalam era yang serba online ini. Telusuri saja www.majelisrasulullah.org yang diasuh Habib Munzir al-Musawa. Situs ini lumayan atraktif. Memuat rekaman dakwah sang habib yang bermukim di ibukota itu. Juga menyediakan forum tanya -jawab permasalahan tauhid, fikih dan umum. Demi mengendorkan ketegangan, situs ini menyediakan forum iseng yang berisikan artikel humor yang bernilai islami.

Kalau yang satu ini merupakan situs olahan Pesantren Sunniyah Salafiyah: www.forsansalaf.com. Desainnya simpel namun artistik. Website ini sarat dengan artikel-artikel menarik yang bisa mengobati kehausan kita akan pengetahuan. Kita bisa meng-klik Kalam Salaf, bila ingin mendapatkan penyejukan dari nasehat-nasehat ulama klasik yang telah mencapai puncak kearifan.

Kalau kita mempunyai persoalan yang berkaitan dengan hukum syariat, tumpahkan saja ke dalam Majelis Ifta di situs ini. Insya Allah persoalan itu bakal dipecahkan oleh tim LBM (Lajnah Buhuts Wal Muraja’ah) yang dibentuk oleh pesantren binaan Habib Taufiq bin Abdul Qadir as-Segaf. Jawaban akan disertai teks-teks rujukan dari berbagai kitab yang bisa dipertanggung-jawabkan.

Yang menarik, website ini menyediakan forum konsultasi umum yang dipandu langsung oleh Habib Taufiq bin Abdul Qadir as-Segaf. bagi Maasyiral Muslimin yang mempunyai berbagai problem cukup pelik menyangkut kehidupan beragama, silakan sharing kepada beliau lewat website ini. Solusi yang diberikan pasti sesuai manhaj salaf yang istiqamah.

Ma’asyiral Muslimina Rahimakumulloh,

Tak bisa disangkal, dunia memang terus berputar. Perputaran itu mesti kita ikuti sepanjang ia tidak bergesekan dengan norma syariat. Seorang Sufi bukanlah orang yang terus berdiam diri di goa-goa nan gelap- gulita. Sufi sejati adalah muslim yang memelihara diri serta hati dari perbuatan cela. Dengan memanfaatkan internet, kita bisa tetap menjadi seorang sufi. Dan sekali lagi, ini bukanlah perbuatan bid’ah.dan Insyaalloh Alloh Ridho terhadap apa yang kita lalkukan

Akhirnya, marilah kita gapai Ridho Alloh dengan cara ikut berperan aktif dalam kegiatan Dakwah Islam sekecil apaun peran kita agar Alloh Ridho kepada kita.

Demikian ringkasan dari kutbah Jum’at yang saya sampaikan, yang intinya sebagai bahan ringkasan dari khutbah tersebut adalah marilah kita tingkatkan partisipasi kita dalam berdakwah sesuai dengan kemampuan kita, profesi kita, hingga Allah memanggil kita, karena keutamaan umat ada dalam dakwah dan kerugian umat akibat meninggalkan dakwah.. Semoga Allah Ridho terhadap segala aktifitas yang kita lakukan serta menolong kita dalam menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Amin ya Robbal’alamin.

Kamis, 18 Maret 2010

NASEHAT IMAM AL-GHAZALI

Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya, pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?".

Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "Mati". Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.

Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua. "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "Masa Lalu". Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. "Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "Nafsu" (Al A'Raf 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?".Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban sampean benar, kata Iimam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "memegang AMANAH" (Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Pertanyaan yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah "Meninggalkan Sholat". Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan sholat, gara-gara meeting kita tinggalkan sholat.

Lantas pertanyaan ke enam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?". Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang... Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "Lidah Manusia". Karena melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

Sumber : http://www.tarbiyah.net/nasihat-ulama/11-nasehat-imam-al-ghozali

Kamis, 04 Maret 2010

MENDIDIK ANAK USIA REMAJA (MENURUT TELADAN RASULULLAH SAW)

Oleh : Lutfi Fauzan

Anak merupakan amanah Allah bagi orang tuanya, dengan tugas dan tanggung jawab yang dilekatkan untuk mengasuh dan mendidik mereka. Bagaimana orang tua menerapkan cara pengasuhan dan pendidikan menentukan akan menjadi bagaimanakah nantinya anak tersebut. Al-Quran menyebut adanya anak yang:
  1. menjadi musuh (aduwwun) bagi orang tuanya;
  2. anak yang menjadi fitnah (fitnatun) bagi orang tuanya;
  3. sebagai hiasan atau kesenangan duniawi (zinatul hayatid dunya);
  4. cindera mata hati (qurrata a’yun) karena ia merupakan ladang amal bagi orang tuanya.
Begitu besar peran orang tua untuk menyelamatkan ataupun menggelincirkan anaknya diisyaratkan dalam hadits Rasulullaw saw, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah (membawa benih iman), maka orang tuanyalah yang menjadikan mereka yahudi, nasrani, ataupun majusi” — Fithrah mengandung arti membawa benih iman diperkuat dengan hadits qudsi yang menyatakan, “dan sesungguhnya Aku ciptakan manusia itu semuanya dalam keadaan hanif (lurus, condong pada kebenaran).
Tugas Mendidik Anak
Menurut ilmu bahasa, pendidikan (tarbiyah) berasal dari kata rabba, artinya memperbaiki sesuatu dan meluruskannya. Kata rabbun sendiri dalam dalam kalimat Rabbul Alamin berarti Pencipta, Pendidik, Pengasuh, Pemelihara (Yang Memperbaiki). Pengarang tafsir Al Baidhawi dalam menafsirkan Ar-rabb merupakan masdar (sebut-an) yang bermakna tarbiyah, yaitu menyampaikan sesuatu sampai menuju titik kesempurnaan sedikit demi sedikit.”
Dari antara sejumlah simpulan pengertian tarbiyah menurut ulama yang dapat kita jumpai adalah:
  1. Tarbiyah berarti menyampaikan sesuatu untuk mencapai kesempurnaan.
  2. Tarbiyah adalah menentukan tujuan melalui persiapan sesuai batas kemampuan untuk mencapai kesempurnaan.
  3. Tarbiyah adalah sesuatu yang dilakukan secara bertahap dan sedikit demi sedikit oleh seorang pendidik.
  4. Tarbiyah dilakukan secara berkesinambungan. Artinya tahapannya sejalan dengan kehidupan, tidak berhenti pada batas tertentu, terhitung dari buaian sam¬pai liang lahat.
  5. Tarbiyah adalah tujuan terpenting dalam kehidupan, baik secara individu maupun keseluruhan.
Mendidik bukan hanya tugas kalangan ahli pendidikan (dalam pengertian guru atau ustadz), tetapi setiap kita adalah pendidik. Demikian itu karena Allah telah menempelkan bakat mendidik itu pada setiap orang, dan pendidikan merupakan bagian dari sifat Allah yang dipercikkan kepada manusia untuk dikembangkan dalam melaksanakan tugas kekhalifahannya, utamanya dalam mendidik putra dan putrinya. Allah menegaskan di dalam Al-Quran, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jaga-peliharalah dirimu dan keluargamu dari kebinasaan (api neraka)…” (QS.66: 6). Selanjutnya dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullaw saw bersabda, yang artinya: “Urus dan lazimkan anak-anakmu dengan adab yang baik”. Pada hadits yang lain dinyatakan, “Tolonglah anak-anakmu untuk berbuat kebajikan” (H.R. Thabrani). Dan untuk memberikan semangat kepada orang tua dalam mendidik putra-putrunya, Rasulullah saw menegaskan, “Tidak ada pemberian orang tua yang lebih utama terhadap anak-anaknya daripada pendidikan yang baik”.
Sifat-Sifat Remaja
Mendidik anak, utamanya ketika memasuki masa remaja, yang merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Masa remaja yang ditandai dengan kematangan fisik dan seksual, perubahan naluri, pemikiran dan pola hubungan sosial, secara syar’i mereka telah mencapai usia bulugh (baligh). Masa tersebut dimulai pada usia 11 atau 12 untuk wanita, 13 sampai 15 untuk pria, dan biasanya diakhiri pada usia 21 atau 22 tahun. Pada masa ini anak memerlukan perhatian yang lebih serius. Hal ini disebabkan anak usia remaja yang mengalami berbagai perubahan dalam berbagai segi kepribadian-nya belum cukup memiliki pengalaman sekaligus sering diperlakukan secara mendua sehingga menimbulkan berbagai permasalahan bagi diri dan lingkungannya. Para orang tua dan pendidik hendaknya mampu memahami dan menyikapi perubahan tersebut Selain itu orang tua diharapkan mampu men¬ciptakan kiat (cara-cara) yang andal untuk menghadapi dan membantu mereka dalam mengatasi berbagai masalahnya sehingga di antara anak dengan orang tua tetap terjalin keserasian hubungan.
Tak jarang, ada juga orang tua dan pendidik yang kurang memahami gejolak jiwa anak-anak usia remaja. Misalnya saja, seorang ayah masih memperlakukan anak yang tengah remaja seperti halnya ketika anak itu masih kecil. Dia tidak memperhatikan perkem¬bangan-perkembangan baru yang sebenarnya membutuh¬kan kiat bergaul yang berbeda dengan masa kanak-kanak terakhir. Sikap dan pandangan semacam itu menimbulkan kesenjangan dan masalah antara orang tua dengan anaknya, dan keadaan seperti itu dapat terus berlangsung sampai anak itu mengin¬jak usia dewasa. Oleh karena itu penting bagi orang tua memahami sifat-sifat khas yang berkembang pada anak remajanya.
Sejumlah ciri sifat yang biasanya ada pada remaja antara lain: kecanggungan dalam pergaulan; kelebihan emosi; berubahnya beberapa pandangan hidup; muncul sikap kritis dan suka menentang; ingin mencoba-coba; tingginya minat kelompok; dan banyak dipengaruhi model identifikasi (tokoh untuk ditiru).
Dalam keadaan seperti itu remaja dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas-tugas kehidupan sesuai tingkat perkembangannya, antara lain: menerima keadaan fisik dan peran seksual dan sosialnya; mencapai kebebasan emosional dan ekonomi; mengembangkan keterampilan baru bagi persiapan kerja dan berperilaku sebagai warga negara yang dapat diterima; menentukan nilai-nilai yang dianut dengan kesadaran; dan mempersiapkan diri untuk kehidupan berkeluarga.
Bagaimana Rasulullah saw Menghadapi Remaja
Ciri perkembangan sekaligus permasalahan yang sering muncul pada remaja adalah berkenaan dengan perkembangan seksualnya. Perkembangan seksual seorang anak biasanya bersamaan dengan perkembangan organ-organ seksual dan jaringan saraf yang sangat penting dalam perkem¬bangan rasionya. Perubahan-perubahan tersebut disertai dengan gejala-gejala khusus dalam tingkah laku yang menuntut perhatian dan pengawasan. Seorang pemuda mulai menginjak jenjang kelaki-lakian dan seorang pemudi mulai menginjak jenjang kewanitaan dengan daya tarik dan misteri-misteri yang mengun¬dang kebingungan dan kegelisahaan.
Abi Umamah, dalam hadits riwayat Ahmad, mengisah¬kan bahwa seorang pemuda telah datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berzina.” Orang-orang yang ada di sekitarnya menghampiri dan memaki, “Celaka engkau, celaka engkau!” Rasulullah saw. mendekati pemuda itu dan duduk di sampingnya: Kemudian terjadilah tanya jawab (dialog) yang panjang antara Rasulullah saw. dengan pemuda itu:
Nabi saw: “Apakah engkau ingin hal itu (zina) ter¬jadi pada ibumu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada ibu mereka. Apakah engkau ingin hal itu terjadi pada saudara perempuanmu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada saudari-saudari mereka. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan bapakmu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada sudara perempuan bapak mereka. Apakah engkau ingin hal itu ter¬jadi pada saudara perempuan ibumu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudara perempuan dari ibu mereka.”
Kemudian Nabi saw. memegang dada pemuda itu seraya berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan peliharalah kemaluannya!” Setelah peristiwa itu, pemuda tadi menjadi orang yang arif.Beberapa nilai pendidikan yang terdapat pada peristiwa tersebut:
1. Rasulullah saw. Sangat memahami kejiwaan pemuda tersebut. Beliau tidak marah, bahkan memintanya untuk duduk didekatnya. Pengaruhnya sang pemuda merasa dihargai.
2. Rasulullah saw. menggunakan cara dialog, bertanya jawab secara bijak karena melalui cara tersebut anak dapat melontarkan pendapat kepada pendidiknya. Dan koreksi atas suatu pandangan dapat diberikan.
3. Masalah yang beliau tanyajawabkan berkisar pada masalah yang sedang dihadapi si pemuda tadi dan tidak keluar dari inti permasalahan atau tidak memecahkan konsen-trasi pemuda tadi dengan masalah-masalah yang lain.
4. Tanya jawab yang dilakukan Rasulullah saw merupakan cara yang paling cemerlang karena jawaban akan langsung keluar dari anak itu sendiri. Ketika Rasulullah saw. bertanya “apakah engkau suka bila zina dilakukan pada ibumu?” jawaban sang pemuda merupakan dalil pela¬rangan zina untuk dirinya sendiri. Selain itu, jawaban “sekali-kali tidak, demi Allah yang menjadikan saya se¬bagai tebusan Tuan,” merupakan pengakuan atas kesa¬lahan yang paling gamblang. Secara rinci, manfaat yang dapat kita ambil adalah:
a.Terjadinya interaksi esensial antara seorang anak didik dengan pendidiknya.
b. Pikiran anak didik akan terfokus dan terpusat pada pertanyaan yang dilontarkan.
c. ]awaban yang menggunakan kalimat negatif me¬rupakan metode pendidikan yang ilmiah dan realistis serta menjadi hujjah atas pelanggaran terhadap per¬buatan tertentu, baik secara kemasyarakatan maupun kemanusiaan.
5. Jumlah pertanyaan Rasulullah saw. yang banyak dapat menjadi dalil keyakinan yang menunjuk¬kan keingkaran pemuda itu terhadap perbuatan zina. Banyaknya dalil merupakan salah satu kiat pendidik¬an yang memperkuat hujjah dan alasan.
6. Di antara kiat penyembuhan yang digunakan Rasulul¬lah saw. adalah meletakkan tangannya yang mulia di dada orang yang mendapat masalah. Ketika beliau mele-takkan tangannya di dada pemuda tadi, dia pasti akan merasakan ketenteraman serta ketenangan jiwa. Sebab, ketika itu beliau mendoakan si pemuda dengan inti doa yang mencakup pengampunan dosa, penyucian hati, dan pemeliharaan kemaluan. Bercermin dari itu, tampaknya orang tua wajib menjadikan doa sebagai salah satu sarana penyembuh penyakit hati anak¬nya. Rasulullah saw. telah bersabda, “Ibadah yang paling utama adalah doa.” (Shahih al ]ami’ Ash Shaghir, hadits no. 1108). Dan Firman Allah, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan doa¬mu.” (QS76: )
Setelah peristiwa itu, tidak lagi tersirat dalam benak pemuda tadi untuk berzina. Tidak diragukan lagi, dia akan mendayagunakan pikiran dan potensinya untuk hal yang membuahkan hasil dan memberikan manfaat bagi diri dan masyarakatnya, seperti menyibukkan diri dalam belajar, jihad, atau aktivitas lain yang membantu perkembangan sosial, ekonomi, dan politik. Potensi ter¬sebut merupakan modal besar yang dapat diharapkan hasilnya.
Belajar dari i’tibar di atas Najib Khalid Al’Amir dalam bukunya “Tarbiyah Rasulullaw” menyarankan agar orang tua dan pendidik mengambil sikap terhadap anak-anak mereka yang sedang remaja, seperti tertera berikut ini:
  1. Mengetahui secara optimal perubahan-perubahan yang terjadi pada anak-anak mereka yang sedang remaja de¬ngan melakukan pengamatan yang jeli.
  2. Mengarahkan mereka (anak-anak) untuk selalu pergi ke masjid sejak kecil sehingga memiliki disiplin naluriah dan andil yang potensial dalam lingkungan rabbaniah. Jika dia seorang pemuda, anjurkan untuk membiasakan shalat berjamaah dan membaca A1 Qur’an.
  3. Membuka dialog dan menyadarkan mereka akan status sosial mereka.
  4. Menanamkan rasa percaya diri pada diri mereka dan siap mendengarkan pendapat-pendapat mereka.
  5. Menyarankan agar menjalin persahabatan dengan teman¬teman yang baik. Sikap tersebut dapat menjadi perisai positif dan menjauhkan mereka dari perbuatan-per-buatan nista.
  6. Mengembangkan potensi mereka di semua bidang yang bermanfaat.
  7. Menganjurkan kepada mereka untuk berpuasa sunah karena hal itu dapat menjadi perisai dari kebobrokan moral.
Ulama yang lain, Abdullah Nashih Ulwan mengajukan dua pedoman pokok untuk mendidik anak, yaitu pedoman mengikat dan pengawasan. Anak perlu diikat dengan aqidah, ibadah (wajib dan sunnah), pola pemikiran yang islami, nilai dan peran kemasyarakatan (pergaulan dengan akhlaq terpuji), dan dorongan pengembangan bakat serta potensi pribadi. Adapun pengawasan merupakan sikap kewaspadaan orang tua dalam mengamati setiap perkembangan anak-anaknya. Orang tua perlu mengawasi anaknya agar tetap berada pada jalur yang benar, tidak melakukan penyimpangan baik dalam hal makanan, pakaian, pergaulan, pola pemikiran, pengembangan kebiasaan, tradisi, dan amal ibadah pada umumnya.
Sejumlah saran yang beliau ajukan dalam upaya mendidik anak dan remaja antara lain:
• Menanamkan kerinduan pada usaha yang mulia
• Menyalurkan bakat fitri anak
• Menjalin hubungan yang baik anatara rumah, masjid, dan sekolah
• Memperkuat hubungan orang tua, pendidik, dan anak
• Menerapkan aturan secara ajeg
• Menanamkan kecintaan anak pada belajar
• Menyediakan sarana pembudayaan yang bermanfaat
• Menanamkan tanggung jawab keislaman
• Memperdalam semangat jihad
Adapun nasihat yang mengandung nilai-nilai islami yang dituturkan dalam bentuk tembang macapat antara lain dalam bentuk tembang Asmaradana dan Pangkur berikut ini:
Pada netepana ugi
Kabeh parentahing syara’
Terusna lahir batine
Shalat limang wektu uga
Tan kena tininggala
Sapa ninggal dadi gabug
Yen misih demen ning praja
Aja nedya katempelan
Ing wawatek kang tan pantes ing budi
Watek rusuh nora urus
Tunggal klawan manungsa
Dipun sami karya labuhan kang patut
Darapon dadi tulada
Tinuta ing wuri-wuri
Kesemua pandangan, pengajuan pengertian, saran dan nasihat yang diajukan dimuka pada akhirnya mengarah pada tujuan utama pembinaan anak adalah mencapai keridhaan Allah SWT. Jalan yang ditempuh adalah dengan menjadikan anak terikat kepada Al-Quran sehingga mendapatkan karunia hikmah, tumbuh belas kasihan yang mendalam, menjaga kesucian diri, bertaqwa, berbakti kepada kedua orang tua, tidak memiliki sifat sombong dan tidak termasuk orang yang durhaka, sehingga selamat dan kesejahteraan dilimpahkan kepadanya: dari lahir, mati, dan dibangkitkan kembali (QS.19: 12-15). Wallahu a’lamu bishshawab.

Senin, 01 Maret 2010

KEMANDIRIAN PADA ANAK


Oleh : yennihartati
Rumah saya terletak di sebuah gang kecil di pinggiran kota Jakarta. Walau kecil, gang ini tidak pernah sepi. Ia menjadi akses ke jalan yang terbuka 24 jam. Ia juga jalan pintas yang menghubungkan sisi utara dan selatan.
Puncak lalu lintas di gang ini terjadi pada pagi dan siang hari. Bertepatan dengan jam masuk dan pulang sekolah. Pada waktu tersebut, suara kendaraan roda dua yang lalu lalang cukup memekakkan telinga. Para orang tua sibuk mengantarkan anak – anaknya berangkat sekolah. Ada juga para ibu yang mengantar anak – anaknya dengan berjalan kaki. Di bagian selatan ada dua SD dan satu TK.
Melihat fenomena ini, timbul pertanyaan di benak saya. Mengapa orang tua harus selalu mengantar anaknya ke sekolah ? Jika anak – anaknya masih TK atau kelas 1 dan 2 SD, masih bisa dimaklumi. Tapi banyak juga anak yang sudah cukup besar yang masih diantar. Dari postur badannya, saya menaksir mereka sudah kelas 4 SD ke atas.
Saya heran, karena sebenarnya tidak ada alasan kuat orang tua harus selalu mengantar anaknya ke sekolah. Mengingat, pertama, sebagian anak – anak itu sudah cukup besar. Kedua, jarak rumah mereka dengan sekolah tidak begitu jauh. Ketiga, perjalanan yang ditempuh tidak sulit. Mereka tidak perlu melewati jalan raya yang ramai dengan kendaraan. Keempat, pergi ke sekolah adalah hal yang rutin mereka kerjakan setiap hari (kecuali hari libur). Dengan melalui jalan yang sama. Lingkungan yang telah akrab dengan mereka. Mengapa beberapa orang tua tidak melatih anaknya untuk mandiri ? Mengapa orang tua tidak menyuruh anaknya untuk berjalan kaki ke sekolah? Padahal berjalan kaki di pagi hari justru menyehatkan mereka. Apakah orang tua takut anaknya terlambat ? Lalu, mengapa orang tua tidak membiasakan anaknya untuk bangun lebih bagi ? Yang juga bermanfaat bagi tubuh dan mental mereka.
Saya teringat dengan masa kecil saya. Hal ini mendorong saya untuk banyak bersyukur memiliki ayah dan ibu yang membiasakan anaknya mandiri sejak kecil. Ketika saya masih duduk di bangku TK (usia 5 tahun), ibu memang rutin mengantar dan menjemput saya ke sekolah. Karena untuk sampai ke sana, saya harus menyeberangi jalan raya yang cukup ramai. Waktu itu saya bertanya ke ibu, mengapa saya selalu diantar ke sekolah? Saya merasa sudah bisa melakukannya sendiri. Hingga pada suatu hari, ibu terlambat menjemput saya. Saya sudah tidak betah menunggu di sekolah. Akhirnya saya pulang sendiri. Saya sudah hampir sampai di rumah, dan ibu baru saja berangkat hendak menjemput. Ibu kemudian merangkul saya, sambil tertawa senang. Sejak itu, saya tidak pernah diantar jemput lagi.
Ketika saya mulai masuk SD. Sekolah saya lebih jauh lagi. Mungkin sekitar 1 km dari rumah. Dan saya juga harus menyebrangi jalan Jend. Sudirman, jalan raya yang paling ramai waktu itu. Tapi saya selalu pergi dan pulang sekolah dengan berjalan kaki, sendiri. Saya punya strategi. Saya menunggu rombongan kakak kelas lewat di depan rumah. Kemudian bergabung bersama mereka menuju sekolah.
Jadi sejak TK dan SD kelas satu pun, saya tidak diantar jemput orang tua lagi. Orang tua hanya membekali dengan nasihat. Kalau berjalan di pinggir, lihat kanan kiri sebelum menyeberang, dan nasihat lainnya.
Mengapa saya menceritakan masa kecil saya ? Tujuannya untuk menggambarkan bahwa sebenarnya anak – anak bisa mandiri di usia dini. Walaupun tidak bisa digeneralisir. Semuanya kembali kepada orang tua. Apakah mereka mau membangun kemandirian dalam diri anak – anaknya.
Melatih kemandirian perlu dilakukan sejak dini dari hal – hal yang kecil dan rutin. Seperti pergi dan pulang sekolah. Atau juga mengerjakan tugas sekolah. Saya cukup miris melihat tetangga saya. Setiap hari selalu mengantar anaknya yang sudah kelas 5 SD ke sekolah. Padahal jarak rumah ke sekolah hanya sekitar 300 meter. Saya juga pernah melihatnya mengerjakan PR si anak. Sedangkan anaknya sendiri sedang bermain bersama teman – teman. Rasa sayang orang tua kepada anak yang tidak pada tempatnya, justru berdampak buruk bagi anak. Saya teringat lagi, ibu saya yang seorang guru, tidak pernah sekali pun mengerjakan PR saya dan adik – adik. Ibu dan ayah hanya membimbing, dan mengajari kami.
Orang tua harus berubah. Mungkin awalnya timbul rasa kasihan pada anak. Melihat mereka harus bangun lebih pagi, berjalan kaki hingga peluh membasahi baju , dan lain – lain. Namun semua itu akan memberi manfaat yang besar bagi anak di kemudian hari.

Senin, 22 Februari 2010

TIDAK BOLEH MENYEMBUNYIKAN ILMU


"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang."

Laknat yang berasal dari Allah adalah diusir dan dijauhkan dari kebaikan, sedangkan laknat yang berasal dari makhluk adalah cacian dan celaan serta mendoakan keburukan bagi orang yang dilaknat serta mempersulitnya dan menyelisihinya disertai kemunkaran kepadanya dan berlepas diri darinya.

Dan yang dimaksud dengan firman Allah "mereka yang melaknat" adalah segala sesudah yang dapat memberi laknat, dan ini telah datang penjelasannya sesudah ayat itu didalam firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati sedangkan mereka berada dalam kekafiran merekalah yang akan ditimpa oleh laknat Allah, malaikat dan manusia seluruhnya."

Ayat ini telah menjelaskan bahwa menyembunyikan penjelasan-penjelasan dan petunjuk termasuk dosa-dosa besar yang karenanya Allah telah mewajibkan bagi pelakunya laknat. Dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Dien dan dibutuhkan oleh mukallaf maka tidak boleh untuk disembunyikan, dan barang siapa yang menyembunyikannya sesungguhnya kesalahannya sangat besar.

Dan firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang bertaubat dan berbuat kebaikan serta menerangkan (kebenaran).". Menunjukkan bahwa tidak cukup di dalam taubat itu bagi seseorang untuk mengatakan sesungguhnya aku telah bertaubat akan tetapi wajib baginya setelah bertaubat untuk mengubah keadaan sebelum itu, apabila ia seorang yang murtad maka ia mesti kembali kepada Islam serta melaksanakan syariat-syariatnya, dan jika ia termasuk orang yang berbuat maksiat mestinya ia menampakkan amal-amal shaleh serta menjauhi orang-orang yang berbuat kerusakan.

Firman Allah: "dan mereka yang menjelaskan (kebenaran)", yakni mereka menjelaskan apa yang mereka sembunyikan daripada ilmu. Sedangkan yang dimaksud dengan menyembunyikan adalah: tidak mau menampakkan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia, serta segala sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk ditampakkan, sebab jika sesuatu yang tidak ditampakkan itu bukan hal yang perlu maka seorang melakukannya tidak dianggap sebagai seorang yang menyembunyikan. dan oleh karena apa yang diturunkan oleh Allah dari pada penjelasan-penjelasan dan petunjuk merupakan hal-hal yang sangat dibutuhkan dalam Dien maka orang-orang yang mengetahuinya dan tidak menampakkan disifati dengan orang-orang yang menyembunyikannya.

"Firman Allah: "Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dengan orang-orang yang diberikan Al-Kitab agar mereka menjelaskan kepada manusia dan tidak menyembunyikannya."
Sehubungan dengan masalah betapa pentingnya untuk menjelaskan ilmu yang andaikata tidak disebutkan padanya ancaman, maka cukuplah firman Allah SWT: "Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang Dien dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (At-Taubah : 122)
Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang menyembunyikan suatu ilmu yang ia ketahui maka ia datang pada hari kiamat dengan dikekang daripada kekang api neraka."
Adapun Abu Hurairah adalah yang mengatakan sebagaimana disebutkan di dalam dua kitab shahih: "Sesungguhnya manusia mengatakan "Abu Hurairah telah banyak meriwayatkan hadits. andaikata bukan karena dua ayat di dalam Al-Qur'an niscaya aku tidak akan menceritakan satu haditspun, kemudian beliau membaca firman Allah : "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk", dan firman Allah : "Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dengan orang-orang yang diberikan Al-Kitab agar mereka menjelaskan kepada manusia dan tidak menyembunyikannya."

Pendapat ini didukung pula oleh firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang diturunkan oleh Allah berupa Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sangat sedikit".

Kapan ilmu itu wajib disampaikan

Adapun permasalah tentang kapan ilmu itu wajib disampaikan adalah suatu permasalahan yang telah diperdebatkan oleh ulama, dan sebagai kesimpulannya adalah apa yang disebutkan oleh Ibnul Arabi dikitabnya (Ahkam Al-Qur'an) dimana beliau berkata: "Kesimpulan dari pada maksud ayat ini adalah: bahwasanya seorang yang alim jika dia bermaksud untuk menyembunyikan ilmunya maka sesungguhnya dia telah bermaksiat, akan tetapi jika hal itu tidak disengaja olehnya maka tidak mesti baginya untuk menyampaikan apabila ia mengetahui bahwasanya ada bersamanya orang lain yang dapat menyampaikan ilmu itu."

Berkata Utsman ra: "Sesungguhnya aku akan menceritakan kepada kalian suatu hadits, andaikata bukan karena suatu ayat di dalam Al-Qur'an niscaya aku tidak akan menceritakannya kepada kamu, ayat itu adalah: "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati."

Dan biasanya Abu Bakar dan Umar tidak menceritakan segala sesuatu yang mereka dengar dari Nabi SAW kecuali hal itu dibutuhkan. Sedangkan Az-Zubair adalah orang yang sangat sedikit meriwayatkan hadits karena beliau khawatir akan terjerumus pada perbuatan dusta. Akan tetapi mereka beranggapan bahwasanya ilmu telah menyebar pada mereka semua maka salah seorang diantara mereka melakukan tabligh (menyampaikan ilmu) apabila yang lain meninggalkannya.

Apabila dikatakan menyampaikan ilmu merupakan hal yang utama atau fardhu, dan jika demikian, mengapa ada diantara para sahabat yang tidak melakukannya seperti Abu Bakar, Umar, Zubair, dan yang lainnya dan jika menyampaikan ilmu itu suatu keutamaan, maka mengapa mereka banyak yang meninggalkannya?
Jawabannya: Bahwasanya barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu maka telah wajib baginya untuk menyampaikan ilmu berdasarkan ayat ini, dan berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan 'Amr bin 'Ash bahwasanya Nabi bersabda: "Barangsiapa yang menyembunyikan suatu ilmu yang ia ketahui maka ia datang pada hari kiamat dengan dikekang daripada kekang api neraka.". Adapun orang yang tidak ditanya maka tidak wajib baginya untuk menyampaikan ilmu kecuali tentang Al-Qur'an saja. Dan telah berkata As-Sihnun: "Sesungguhnya hadits Abu Hurairah dan Amr bin Ash ini hanya menjelaskan tentang masalah persaksian saja."

Adapun pendapat yang menurutku adalah apa yang telah kami isyaratkan sebelum ini bahwasanya apabila ada orang yang menyampaikan ilmu tersebut, maka gugurlah kewajiban itu karena perbuatannya, dan jika tidak ada orang lain yang dapat menyampaikan ilmu selain dia maka wajib baginya untuk menyampaikan ilmu itu. Dan telah diriwayatkan dari Rasulullah SAW suatu riwayat yang menerangkan tentang keutamaan menyampaikan ilmu, yang mana Beliau bersabda: "Semoga Allah memberi kecerahan kepada seseorang yang mendengar perkataan itu lalu memahaminya dan menyampaikannya sebagaimana ia mendengarnya."

Rabu, 17 Februari 2010

PENTINGNYA PENDIDIKAN ISLAM



I. Pendahuluan
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk kembali kepada Allah SWT. Oleh karena itu selama kurang lebih 23 tahun Rasulullah SAW membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.
Manusia mendapat kehormatan menjadi khalifah di muka bumi untuk mengolah alam beserta isinya. Hanya dengan ilmu dan iman sajalah tugas kekhalifahan dapat ditunaikan menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seluruh makhluk-Nya. Tanpa iman akal akan berjalan sendirian sehingga akan muncul kerusakan di muka bumi dan itu akan membahayakan manusia. Demikian pula sebaliknya iman tanpa didasari dengan ilmu akan mudah terpedaya dan tidak mengerti bagaimana mengolahnya menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seisinya.
Sedemikian pentingnya ilmu, maka tidak heran orang-orang yang berilmu mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Allah maupun manusia. (QS. Al Mujadilah (58) : 11)
Bahkan syaithan kewalahan terhadap orang muslim yang berilmu, karena dengan ilmunya, ia tidak mudah terpedaya oleh tipu muslihat syaithan.
Muadz bin Jabal ra. berkata: “Andaikata orang yang beakal itu mempunyai dosa pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya dia cenderung masih bisa selamat dari dosa tersebut namun sebaliknya, andaikata orang bodoh itu mempunyai kebaikan dan kebajikan pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya ia cenderung tidak bisa mempertahankannya sekalipun hanya seberat biji sawi.”
Ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Ia menjawab, “Sesungguhnya jika orang berakal itu tergelincir, maka ia segera menyadarinya dengan cara bertaubat, dan menggunakan akal yang dianugerahkan kepadanya. Tetapi orang bodoh itu ibarat orang yang membangun dan langsung merobohkannya karena kebodohannya ia terlalu mudah melakukan apa yang bisa merusak amal shalihnya.”
Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh karena itu, manusia butuh terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT. Kemuliaan manusia terletak pada akal yang dianugerahi Allah. Akal ini digunakan untuk mendidik dirinya sehingga memiliki ilmu untuk mengenal penciptanya dan beribadah kepada-Nya dengan benar. Itulah sebabnya Rasulullah SAW menggunakan metode pendidikan untuk memperbaiki manusia, karena dengan pendidikanlah manusia memiliki ilmu yang benar. Dengan demikian, ia terhindar dari ketergelinciran pada maksiat, kelemahan, kemiskinan dan terpecah belah.
II. Pentingnya Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak heran bila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.
Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: tilawah (membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan ta’limul kitab wa sunnah (mengajarkan al kitab dan al hikmah). Pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik disebabkan pendidikan mempunyai kelebihan. Pendidikan mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal.
Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah (pemahaman/pemikiran) dan amaliyah (aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam individu membutuhkan tahpan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada pemberdayaan di segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan kepada pengaktualan potensi dengan memasuki berbagai bidang kehidupan. (QS. Ali Imran (3) : 103)
Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah saja.
Kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan.
Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh.
Interaksi di dalam diri ini memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq yang baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, berhubungan kepada keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi gaya hidup sehari-hari.
III. Kesinambungan dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dalam bahasa Arab disebut tarbiyah Islamiyah merupakan hak dan kewajiban dalam setiap insan yang ingin menyelamatkan dirinya di dunia dan akhirat. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai akhir hayat.” Maka menuntut ilmu untuk mendidik diri memahami Islam tidak ada istilah berhenti, semaki banyak ilmu yang kita peroleh maka kita bertanggung jawab untuk meneruskan kepada orang lain untuk mendapatkan kenikmatan berilmu, disinilah letak kesinambungan.
Selain merupakan kewajiban, kegiatan dididik dan mendidik adalah suatu usaha agar dapat memiliki ma’dzirah (alasan) untuk berlepas diri bila kelak diminta pertanggungjawaban di sisi Allah SWT yakni telah dilakukan usaha optimal untuk memperbaiki diri dan mengajak orang lain pada kebenaran sesuai manhaj yang diajarkan Rasulullah SAW.
Untuk menghasilkan Pendidikan Islam yang berkesinambungan maka dibutuhkan beberapa sarana, baik yang mendidik maupun yang dididik, yaitu:
1. Istiqomah
Setiap kita harus istiqomah terus belajar dan menggali ilmu Allah, tak ada kata tua dalam belajar, QS. Hud (11) : 112, QS. Al Kahfi (18) : 28
2. Disiplin dalam tanggung jawab
Dalam belajar tentu kita membutuhkan waktu untuk kegiatan tersebut. sekiranya salah satu dari kita tidak hadir, maka akan mengganggu proses belajar. Apabila kita sering bolos sekolah, apakah kita akan mendapatkan ilmu yang maksimal. Kita akan tertinggal dengan teman-teman kita, demikian pula dengan guru, apabila ia sering membolos tentu anak didiknya tidak akan maju karena pelajaran tidak bertambah.
3. Menyuruh memainkan peran dalam pendidikan
Setiap kita dituntut untuk memerankan diri sebagai seorang guru pada saat-saat tertentu, memerankan fungsi mengayomi, saat yang lainnya berperan sebagai teman. Demikiannya semua peran digunakan untuk memaksimalkan kegiatan pendidikan.

Selasa, 16 Februari 2010

Ibu, Pendidik Pertama dan Utama

oleh : Aismawati
Begitu besar peran seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa ibu adalah madrasah yang pertama. Seorang Kartini pun mengakui hal itu, yang diutarakan lewat sebuah surat kepada Prof. Anton dan istrinya : “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].

Derajat seorang ibu sebanyak tiga kali dibanding ayah. Seperti dalam hadist diriwayatkan : Seseorang datang menghadap Rasulullah saw. seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak untuk saya pergauli dengan baik” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Lagi-lagi beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Baru beliau menjawab, “Bapakmu” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud). Sungguh mulia seorang ibu, sampai Rasulullah memerintahkan kita menghormati ibu sebelum ayah, kenapa ? Karena begitu banyak hal yang sudah dilakukan oleh seorang ibu, seperti mengandung, menyusui dan mengasuh. Bukan berarti peranan seorang ayah diabaikan, ayah pun memiliki peranan yang tidak kalah penting. Tetapi peranan ibu sungguh sangat dominan.

Proses pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu sudah dilakukan sejak sang bayi masih dalam kandungan. Seorang ibu yang terbiasa mendengar murottal (tilawah AL-Qur’an) insya Allah hal tersebut dapat didengar oleh sang bayi. Emosional dan watak seorang ibu pun dapat ditularkan melalui perilaku seorang ibu selama mengandung dan mengasuh. Dalam sebuah penelitian, bagi seorang ibu yang mengandung selalu memiliki perasaan ingin marah-marah maka sang anak pun kelak besar nanti akan memiliki penyakit jantung. Wallahu’alam.

Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan kepada sang anak pun memiliki peranan yang sangat penting sebagai imunitas dan kecerdasan otak sang anak. Pendidikan pun dapat diberikan dengan kontak mata yang terjadi antara ibu dan anak. Setiap saat, dimanapun dan kapanpun proses pendidikan tersebut dapat dilakukan. Seorang ibu memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan generasi muda yang kreatif, inovatif, prestatif, edukatif dan produktif. Adalah sebuah mimpi hal itu terwujud jika tidak dilukis oleh tangan-tangan lembut seorang ibu. Dan untuk mewujudkannya, tidak lain hanyalah melalui wanita sholihah yang berilmu, berakal dan bertaqwa yang dapat melakukannya. Ulama besar mengatakan, bahwa wanita (khususnya seorang ibu) menjadi barometer baik buruknya sebuah masyarakat. Rusaknya akhlaq wanita merupakan mata rantai yang saling bersambungan dengan kenakalan remaja, rapuhnya keluarga dan kerusakan masyarakat.

Dengan fokus tinggal di rumah, seorang ibu dapat lebih optimal dalam mendidik anak-anak. Waktu bersama anak-anak pun otomatis lebih banyak. Disini bukan berarti sang ibu terkukung dan tidak memiliki kebebasan dalam mengapresiasikan diri. Justru di sinilah ladang amal seorang ibu, suatu saat nanti ibu lah yang akan menuai hasilnya. Bagi seorang ibu pekerja sekalipun, saya yakin hati dan pikirannya tetap tertuju pada sang anak. Kebanyakan dari mereka sepulang dari bekerja tidak akan langsung istirahat, tetapi mengurusi kebutuhan sang anak menjelang tidur atau kebutuhan untuk esok hari. Itulah fitrah seorang wanita yang memiliki peran seorang ibu. Setinggi apapun jabatan dan sebesar apapun penghormatan orang lain kepadanya, ibu adalah ibu. Amanah beliau lebih besar berada di rumah. Amanah yang diberikan langsung oleh Allah SWT, yang kelak akan diminta pertanggungjawaban di yaumil hisab.

Selain daripada itu, memiliki keahlian yang bermanfaat dalam bidang tertentu penting juga bagi seorang ibu untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sarana memperbanyak amal saleh untuk dapat dimanfaatkan kapan saja, sebagaimana yang ditulis Abdul Halim Abu Syuqqah dalam bukunya “Kebebasan Wanita”, akan pentingnya menyediakan pendidikan yang cocok bagi wanita dengan dua tujuan khusus, yaitu agar memiliki kemampuan untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak serta menguasai keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan kapan saja.

Karena begitu besar amanah yang diemban seorang ibu, maka bukan suatu hal yang berlebihan jika Allah SWT menempatkan posisi ibu menjadi posisi yang teramat mulia. Sehingga menjadi sebuah penghormatan yang begitu tinggi jika dikatakan surga berada di bawah telapak kaki ibu. Seperti diriwayatkan dalam sebuah kisah : Suatu ketika ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah Saw meminta izin untuk ikut andil berjihad bersama Rasulullah Saw, maka beliau bertanya, “Adakah engkau masih memiliki ibu?”. Orang itu menjawab, “Ya, Masih. ” Kemudian beliau bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada ibumu. Karena sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya”.
Wallahu’alam.

Profil Penulis:
Aismawati ; Karyawan Swasta
Email : ais_saura@yahoo.com

Cara Efektif Mendidik Anak


oleh : Asih Nugroho

Di dalam Islam, Rasulullah SAW sudah mengajarkan dan memberikan “guidance” kepada kita bagaimana cara kita mendidik anak-anak kita. Ada beberapa cara yang bisa kita jadikan rujukan utama untuk mendidik anak-anak kita.

  1. Mendidik dengan keteladanan
    Setiap anak akan belajar dari lingkungan di mana dia berada. Orang-orang di sekelilingnya akan menjadi model dan contoh dalam bersikap. Sudah selayaknyalah kita memberi keteladanan kepada anak-anak kita. Satu-satunya teladan yang menjadi panutan kita adalah Rasulullah SAW. keramahan.
  2. Mendidik dengan kebiasaan
    Suatu kebaikan harus dimulai dengan pembiasaan. Anak dibiasakan bangun pagi, anak dibiasakan Sholat Shubuh, dsb. Pembiasaan itu harus kita mulai sejak dini, bahkan pembiasaan membaca al Qur’anpun bisa dimulai sejak dalam kandungan. Sehingga dalam Islam pembiasaan shalatpun juga sudah dimulai sejak anak berumur 7 tahun.
  3. Mendidik dengan nasehat
    Anak sebagai wujud manusia kecil, juga terdiri dari jasad dan hati. Mereka pun dilahirkan dalam keadaan yang bersih dan suci. Hatinya yang putih dan lembut itupun akan mudah tersentuh dengan kata-kata yang hikmah. Menasehati akan lebih berkesan daripada memarahi. Itu pulalah yang dicontohkan oleh rasulullah kepada kita ketika beliau mendidik para sahabat.
  4. Mendidik dengan hukuman
    Di dalam Islam, menghukum diperbolehkan selama tidak berlebihan dan menimbulkan efek jera kepada anak agar tidak mengulangi perbuatannya. Akan tetapi harus diperhatikan adab-adabnya, jangan sampai berlebihan yang akhirnya akan membuat anak menjadi dendam.

Wallahu’alam bishawab.


KENAKALAN REMAJA ATAU ORANG TUA


Selasa, 16/02/2010 00:12 WIB

Oleh Panggih Waluyo

Berbicara masalah remaja, maka kita akan menemukan sebuah potret yang teramat suram. Karena remaja identik dengan kebebasan tanpa batas. Lebih jelas lagi remaja adalah potret pergaulan bebas, narkoba, tawuran dan sebagainya yang beratribut kenakalan. Maka telinga kita sangat akrab dengan istilah “Kenakalan Remaja”. Bahkan di telinga remaja pun istilah tersebut bisa menjadi sebuah “denah”, yang kemudian harus dilalui dan bukan menjadi sebuah kubangan yang harus dihindari. Dengan kata lain istilah Kenakalan Remaja merupakan kewajaran plus lumrah bagi para remaja.

Bagi para orang tua, terkadang memberikan toleransi yang berlebihan pada putra-putrinya, dengan memberikan kelonggaran putrinya berpakaian ala penyanyi dangdut, putranya berpakaian ala rockers, memberikan kelonggaran putra-putrinya pulang sekolah agak malam tanpa alasan, memberikan kelonggaran putra-putrinya bangun tidur siang dan berbagai kelonggaran yang lain dengan berusaha terus memaklumi dengan dalih masih remaja.

Seiring dengan pemakluman tersebut, di dunia luar rumah masih saja kita temukan berbagai “kenakalan” yang dijual murah terekspos di berbagai media. Mulai dari kenakalan para orang tua di jalan raya yang mengacuhkan peraturan lalu lintas sampai kenakalan para orang tua di “Gedung Terhormat”. Mulai dari hal berebut lahan parkir sampai berebut “lahan basah”. Dari mulai pelecehan seksual terhadap anak sampai transaksi seks di hotel berbintang. Belum juga andil para orang tua yang menyuguhkan tontonan jorok dan humor-humor sensual di layar kaca, yang kemudian para orang tua di rumah “tak kuasa” untuk memperketat jam belajar para putra-putrinya, bahkan ikut menyaksikan meriahnya tontonan yang tak patut menjadi tuntunan tersebut.

Tulisan ini bukan bermaksud menghakimi siapa pun, namun hendaknya mampu menghadirkan kesadaran bagi kita sebagai orang tua. Menumbuhkan semangat interopeksi, bahwa sebenarnya “Kenakalan Remaja” yang kini telah menjadi “brand image” bagi para anak muda adalah salah satu akibat dari “Kenakalan Orang Tua”. Sebagai orang tua, seringkali kita menyalahkan asap tanpa melihat asal apinya.

Ketidakmampuan kita untuk mendidik dan memberikan tauladan yang nyata bagi anak-anak kita merupakan api yang menebar asap di negeri tercinta ini. Mari kita tengok sejenak dan belajar dari para pahlawan kita yang masih “hidup” dengan semangatnya sampai saat ini, Jenderal Sudirman misalnya. Walaupun sakit mendera, namun tak menyurutkan langkah beliau dengan “strategi gerilyanya”. Begitu juga saat ini, betapapun berbagai “penyakit” menyerang bumi pertiwi ini, mari kita mulai membenahi diri sebagai orang tua. Karena sekali lagi jika kita mau jujur, sebenarnya Kenakalan Remaja itu tumbuh dari Kenakalan Orang Tua.

Jaya Remaja, bangga orang tua, majulah bangsa tercinta!

sumber :

http://eramuslim.com/oase-iman/panggih-waluyo-kenakalan-remaja-atau-orang-tua.htm

Kamis, 11 Februari 2010

Pembelajaran Kontekstual dan Motivasi Siswa

Selama ini kita menyadari bahwa kelas-kelas kita tidak produktif. Sehari-hari kelas hanya diisi dengan ceramah, sementara siswa dipaksa menerima dan menghafal materi pelajaran yang diberikan.
Dengan pendekatan kontekstual (CTL) yang mengutamakan strategi belajar daripada hasil, siswa diharapkan belajar melalui ‘mengalami’ dengan mengkonstruksi pengetahuan yang dimilikinya dan menerapkan pada situasi dunia nyata siswa, dapat mengubah anggapan kelas yang kurang produktif menjadi kelas yang aktif dengan pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning).
Proses pembelajaran di kelas menjadi aktif dan kreatif, karena siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif di kelas, jadi siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru. Kegiatan inquiry dan bertanya merupakan salah satu strategi dalam model pembelajaran kontekstual atau CTL untuk menggali sifat ingin tahu siswa. Selain itu keberadaan masyarakat belajar menjadi nilai plus dalam pembelajaran karena siswa tidak belajar sendiri tetapi saling bekerja sama (belajar dengan kelompok-kelompok) agar pengetahuan dan pemahaman lebih mendalam.
Sehingga menimbulkan kegairahan belajar siswa karena adanya kebersamaan dalam memecahkan masalah, siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang lemah.
Kemudian adanya pemodelan sebagai contoh pembelajaran dapat meningkatkan semangat siswa untuk mencoba meniru seperti apa yang telah dilihatnya, dengan demikian siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Dalam pendekatan kontekstual refleksi merupakan peranan penting, yaitu siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru saja dipelajarinya.
Yang terakhir, adanya authentic assessment untuk menilai kemampuan yang dimiliki siswa tidak hanya dari hasil ulangan tetapi dari kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran di kelas. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar Bahasa Inggris bagi para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa menggunakan Bahasa Inggris bukan pada saat para siswa mengerjakan tes Bahasa Inggris. Jadi siswa semakin tertarik dengan pembelajaran model kontektual atau CTL karena mereka memperoleh nilai tambahan dari kegiatan pembelajarannya di kelas yang dapat mempengaruhi nilai akhirnya.
Dengan demikian, hasil belajar siswa sebagai tolak ukur yang harus diuji kebenarannya. Untuk hal ini hasil belajar siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran kontektual atau CTL diperbandingkan dengan hasil belajar siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran konvensional. Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran model kontektual atau CTL hasil belajarnya berbeda secara signifikan dan lebih baik daripada siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran konvensional.
Perbedaan hasil belajar tersebut ditunjukkan oleh rata-rata hasil belajar, antara kelompok siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran kontektual CTL dengan siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran konvensional. Seperti hasil sebuah kajian bahwa hasil t-test sebesar 1,855 dan t tabel sebesar 1,69 menerima hipotesis penelitian yang menyatakan siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan model pembelajaran kontektual atau CTL hasil belajarnya lebih baik daripada siswa yang menempuh proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
Dengan demikian tidak diragukan lagi oleh guru, bahwa model pembelajaran kontektual atau CTL lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran tradisional. Maka dari itu, kiranya guru dapat mengaplikasikan model ini dalam pembelajaran yang dilakukan guru. Guru pada dasarnya juga dapat menguji dan meneliti bagaimana dampak model pembelajaran kontektual dapat memberikan hasil maksimal bagi siswa, apakah itu benar ?, dan jangan guru terpancing dengan temuan-temuan peneliti, dan guru juga harus dapat menguji dengan melalui penelitian tindak kelas atau action research classroom.Kalau benar, maka tentunya guru akan menggunakan dalam pembelajarannya, dan tentunya guru juga harus menularkan kepada guru-guru lainnya yang masih berkutat kepada model pembelajaran tradisional. Semoga***