Kamis, 18 Maret 2010

NASEHAT IMAM AL-GHAZALI

Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya, pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?".

Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "Mati". Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.

Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua. "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "Masa Lalu". Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. "Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "Nafsu" (Al A'Raf 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?".Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban sampean benar, kata Iimam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "memegang AMANAH" (Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Pertanyaan yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah "Meninggalkan Sholat". Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan sholat, gara-gara meeting kita tinggalkan sholat.

Lantas pertanyaan ke enam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?". Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang... Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "Lidah Manusia". Karena melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

Sumber : http://www.tarbiyah.net/nasihat-ulama/11-nasehat-imam-al-ghozali

Kamis, 04 Maret 2010

MENDIDIK ANAK USIA REMAJA (MENURUT TELADAN RASULULLAH SAW)

Oleh : Lutfi Fauzan

Anak merupakan amanah Allah bagi orang tuanya, dengan tugas dan tanggung jawab yang dilekatkan untuk mengasuh dan mendidik mereka. Bagaimana orang tua menerapkan cara pengasuhan dan pendidikan menentukan akan menjadi bagaimanakah nantinya anak tersebut. Al-Quran menyebut adanya anak yang:
  1. menjadi musuh (aduwwun) bagi orang tuanya;
  2. anak yang menjadi fitnah (fitnatun) bagi orang tuanya;
  3. sebagai hiasan atau kesenangan duniawi (zinatul hayatid dunya);
  4. cindera mata hati (qurrata a’yun) karena ia merupakan ladang amal bagi orang tuanya.
Begitu besar peran orang tua untuk menyelamatkan ataupun menggelincirkan anaknya diisyaratkan dalam hadits Rasulullaw saw, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah (membawa benih iman), maka orang tuanyalah yang menjadikan mereka yahudi, nasrani, ataupun majusi” — Fithrah mengandung arti membawa benih iman diperkuat dengan hadits qudsi yang menyatakan, “dan sesungguhnya Aku ciptakan manusia itu semuanya dalam keadaan hanif (lurus, condong pada kebenaran).
Tugas Mendidik Anak
Menurut ilmu bahasa, pendidikan (tarbiyah) berasal dari kata rabba, artinya memperbaiki sesuatu dan meluruskannya. Kata rabbun sendiri dalam dalam kalimat Rabbul Alamin berarti Pencipta, Pendidik, Pengasuh, Pemelihara (Yang Memperbaiki). Pengarang tafsir Al Baidhawi dalam menafsirkan Ar-rabb merupakan masdar (sebut-an) yang bermakna tarbiyah, yaitu menyampaikan sesuatu sampai menuju titik kesempurnaan sedikit demi sedikit.”
Dari antara sejumlah simpulan pengertian tarbiyah menurut ulama yang dapat kita jumpai adalah:
  1. Tarbiyah berarti menyampaikan sesuatu untuk mencapai kesempurnaan.
  2. Tarbiyah adalah menentukan tujuan melalui persiapan sesuai batas kemampuan untuk mencapai kesempurnaan.
  3. Tarbiyah adalah sesuatu yang dilakukan secara bertahap dan sedikit demi sedikit oleh seorang pendidik.
  4. Tarbiyah dilakukan secara berkesinambungan. Artinya tahapannya sejalan dengan kehidupan, tidak berhenti pada batas tertentu, terhitung dari buaian sam¬pai liang lahat.
  5. Tarbiyah adalah tujuan terpenting dalam kehidupan, baik secara individu maupun keseluruhan.
Mendidik bukan hanya tugas kalangan ahli pendidikan (dalam pengertian guru atau ustadz), tetapi setiap kita adalah pendidik. Demikian itu karena Allah telah menempelkan bakat mendidik itu pada setiap orang, dan pendidikan merupakan bagian dari sifat Allah yang dipercikkan kepada manusia untuk dikembangkan dalam melaksanakan tugas kekhalifahannya, utamanya dalam mendidik putra dan putrinya. Allah menegaskan di dalam Al-Quran, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jaga-peliharalah dirimu dan keluargamu dari kebinasaan (api neraka)…” (QS.66: 6). Selanjutnya dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullaw saw bersabda, yang artinya: “Urus dan lazimkan anak-anakmu dengan adab yang baik”. Pada hadits yang lain dinyatakan, “Tolonglah anak-anakmu untuk berbuat kebajikan” (H.R. Thabrani). Dan untuk memberikan semangat kepada orang tua dalam mendidik putra-putrunya, Rasulullah saw menegaskan, “Tidak ada pemberian orang tua yang lebih utama terhadap anak-anaknya daripada pendidikan yang baik”.
Sifat-Sifat Remaja
Mendidik anak, utamanya ketika memasuki masa remaja, yang merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Masa remaja yang ditandai dengan kematangan fisik dan seksual, perubahan naluri, pemikiran dan pola hubungan sosial, secara syar’i mereka telah mencapai usia bulugh (baligh). Masa tersebut dimulai pada usia 11 atau 12 untuk wanita, 13 sampai 15 untuk pria, dan biasanya diakhiri pada usia 21 atau 22 tahun. Pada masa ini anak memerlukan perhatian yang lebih serius. Hal ini disebabkan anak usia remaja yang mengalami berbagai perubahan dalam berbagai segi kepribadian-nya belum cukup memiliki pengalaman sekaligus sering diperlakukan secara mendua sehingga menimbulkan berbagai permasalahan bagi diri dan lingkungannya. Para orang tua dan pendidik hendaknya mampu memahami dan menyikapi perubahan tersebut Selain itu orang tua diharapkan mampu men¬ciptakan kiat (cara-cara) yang andal untuk menghadapi dan membantu mereka dalam mengatasi berbagai masalahnya sehingga di antara anak dengan orang tua tetap terjalin keserasian hubungan.
Tak jarang, ada juga orang tua dan pendidik yang kurang memahami gejolak jiwa anak-anak usia remaja. Misalnya saja, seorang ayah masih memperlakukan anak yang tengah remaja seperti halnya ketika anak itu masih kecil. Dia tidak memperhatikan perkem¬bangan-perkembangan baru yang sebenarnya membutuh¬kan kiat bergaul yang berbeda dengan masa kanak-kanak terakhir. Sikap dan pandangan semacam itu menimbulkan kesenjangan dan masalah antara orang tua dengan anaknya, dan keadaan seperti itu dapat terus berlangsung sampai anak itu mengin¬jak usia dewasa. Oleh karena itu penting bagi orang tua memahami sifat-sifat khas yang berkembang pada anak remajanya.
Sejumlah ciri sifat yang biasanya ada pada remaja antara lain: kecanggungan dalam pergaulan; kelebihan emosi; berubahnya beberapa pandangan hidup; muncul sikap kritis dan suka menentang; ingin mencoba-coba; tingginya minat kelompok; dan banyak dipengaruhi model identifikasi (tokoh untuk ditiru).
Dalam keadaan seperti itu remaja dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas-tugas kehidupan sesuai tingkat perkembangannya, antara lain: menerima keadaan fisik dan peran seksual dan sosialnya; mencapai kebebasan emosional dan ekonomi; mengembangkan keterampilan baru bagi persiapan kerja dan berperilaku sebagai warga negara yang dapat diterima; menentukan nilai-nilai yang dianut dengan kesadaran; dan mempersiapkan diri untuk kehidupan berkeluarga.
Bagaimana Rasulullah saw Menghadapi Remaja
Ciri perkembangan sekaligus permasalahan yang sering muncul pada remaja adalah berkenaan dengan perkembangan seksualnya. Perkembangan seksual seorang anak biasanya bersamaan dengan perkembangan organ-organ seksual dan jaringan saraf yang sangat penting dalam perkem¬bangan rasionya. Perubahan-perubahan tersebut disertai dengan gejala-gejala khusus dalam tingkah laku yang menuntut perhatian dan pengawasan. Seorang pemuda mulai menginjak jenjang kelaki-lakian dan seorang pemudi mulai menginjak jenjang kewanitaan dengan daya tarik dan misteri-misteri yang mengun¬dang kebingungan dan kegelisahaan.
Abi Umamah, dalam hadits riwayat Ahmad, mengisah¬kan bahwa seorang pemuda telah datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berzina.” Orang-orang yang ada di sekitarnya menghampiri dan memaki, “Celaka engkau, celaka engkau!” Rasulullah saw. mendekati pemuda itu dan duduk di sampingnya: Kemudian terjadilah tanya jawab (dialog) yang panjang antara Rasulullah saw. dengan pemuda itu:
Nabi saw: “Apakah engkau ingin hal itu (zina) ter¬jadi pada ibumu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada ibu mereka. Apakah engkau ingin hal itu terjadi pada saudara perempuanmu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada saudari-saudari mereka. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan bapakmu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada sudara perempuan bapak mereka. Apakah engkau ingin hal itu ter¬jadi pada saudara perempuan ibumu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudara perempuan dari ibu mereka.”
Kemudian Nabi saw. memegang dada pemuda itu seraya berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan peliharalah kemaluannya!” Setelah peristiwa itu, pemuda tadi menjadi orang yang arif.Beberapa nilai pendidikan yang terdapat pada peristiwa tersebut:
1. Rasulullah saw. Sangat memahami kejiwaan pemuda tersebut. Beliau tidak marah, bahkan memintanya untuk duduk didekatnya. Pengaruhnya sang pemuda merasa dihargai.
2. Rasulullah saw. menggunakan cara dialog, bertanya jawab secara bijak karena melalui cara tersebut anak dapat melontarkan pendapat kepada pendidiknya. Dan koreksi atas suatu pandangan dapat diberikan.
3. Masalah yang beliau tanyajawabkan berkisar pada masalah yang sedang dihadapi si pemuda tadi dan tidak keluar dari inti permasalahan atau tidak memecahkan konsen-trasi pemuda tadi dengan masalah-masalah yang lain.
4. Tanya jawab yang dilakukan Rasulullah saw merupakan cara yang paling cemerlang karena jawaban akan langsung keluar dari anak itu sendiri. Ketika Rasulullah saw. bertanya “apakah engkau suka bila zina dilakukan pada ibumu?” jawaban sang pemuda merupakan dalil pela¬rangan zina untuk dirinya sendiri. Selain itu, jawaban “sekali-kali tidak, demi Allah yang menjadikan saya se¬bagai tebusan Tuan,” merupakan pengakuan atas kesa¬lahan yang paling gamblang. Secara rinci, manfaat yang dapat kita ambil adalah:
a.Terjadinya interaksi esensial antara seorang anak didik dengan pendidiknya.
b. Pikiran anak didik akan terfokus dan terpusat pada pertanyaan yang dilontarkan.
c. ]awaban yang menggunakan kalimat negatif me¬rupakan metode pendidikan yang ilmiah dan realistis serta menjadi hujjah atas pelanggaran terhadap per¬buatan tertentu, baik secara kemasyarakatan maupun kemanusiaan.
5. Jumlah pertanyaan Rasulullah saw. yang banyak dapat menjadi dalil keyakinan yang menunjuk¬kan keingkaran pemuda itu terhadap perbuatan zina. Banyaknya dalil merupakan salah satu kiat pendidik¬an yang memperkuat hujjah dan alasan.
6. Di antara kiat penyembuhan yang digunakan Rasulul¬lah saw. adalah meletakkan tangannya yang mulia di dada orang yang mendapat masalah. Ketika beliau mele-takkan tangannya di dada pemuda tadi, dia pasti akan merasakan ketenteraman serta ketenangan jiwa. Sebab, ketika itu beliau mendoakan si pemuda dengan inti doa yang mencakup pengampunan dosa, penyucian hati, dan pemeliharaan kemaluan. Bercermin dari itu, tampaknya orang tua wajib menjadikan doa sebagai salah satu sarana penyembuh penyakit hati anak¬nya. Rasulullah saw. telah bersabda, “Ibadah yang paling utama adalah doa.” (Shahih al ]ami’ Ash Shaghir, hadits no. 1108). Dan Firman Allah, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan doa¬mu.” (QS76: )
Setelah peristiwa itu, tidak lagi tersirat dalam benak pemuda tadi untuk berzina. Tidak diragukan lagi, dia akan mendayagunakan pikiran dan potensinya untuk hal yang membuahkan hasil dan memberikan manfaat bagi diri dan masyarakatnya, seperti menyibukkan diri dalam belajar, jihad, atau aktivitas lain yang membantu perkembangan sosial, ekonomi, dan politik. Potensi ter¬sebut merupakan modal besar yang dapat diharapkan hasilnya.
Belajar dari i’tibar di atas Najib Khalid Al’Amir dalam bukunya “Tarbiyah Rasulullaw” menyarankan agar orang tua dan pendidik mengambil sikap terhadap anak-anak mereka yang sedang remaja, seperti tertera berikut ini:
  1. Mengetahui secara optimal perubahan-perubahan yang terjadi pada anak-anak mereka yang sedang remaja de¬ngan melakukan pengamatan yang jeli.
  2. Mengarahkan mereka (anak-anak) untuk selalu pergi ke masjid sejak kecil sehingga memiliki disiplin naluriah dan andil yang potensial dalam lingkungan rabbaniah. Jika dia seorang pemuda, anjurkan untuk membiasakan shalat berjamaah dan membaca A1 Qur’an.
  3. Membuka dialog dan menyadarkan mereka akan status sosial mereka.
  4. Menanamkan rasa percaya diri pada diri mereka dan siap mendengarkan pendapat-pendapat mereka.
  5. Menyarankan agar menjalin persahabatan dengan teman¬teman yang baik. Sikap tersebut dapat menjadi perisai positif dan menjauhkan mereka dari perbuatan-per-buatan nista.
  6. Mengembangkan potensi mereka di semua bidang yang bermanfaat.
  7. Menganjurkan kepada mereka untuk berpuasa sunah karena hal itu dapat menjadi perisai dari kebobrokan moral.
Ulama yang lain, Abdullah Nashih Ulwan mengajukan dua pedoman pokok untuk mendidik anak, yaitu pedoman mengikat dan pengawasan. Anak perlu diikat dengan aqidah, ibadah (wajib dan sunnah), pola pemikiran yang islami, nilai dan peran kemasyarakatan (pergaulan dengan akhlaq terpuji), dan dorongan pengembangan bakat serta potensi pribadi. Adapun pengawasan merupakan sikap kewaspadaan orang tua dalam mengamati setiap perkembangan anak-anaknya. Orang tua perlu mengawasi anaknya agar tetap berada pada jalur yang benar, tidak melakukan penyimpangan baik dalam hal makanan, pakaian, pergaulan, pola pemikiran, pengembangan kebiasaan, tradisi, dan amal ibadah pada umumnya.
Sejumlah saran yang beliau ajukan dalam upaya mendidik anak dan remaja antara lain:
• Menanamkan kerinduan pada usaha yang mulia
• Menyalurkan bakat fitri anak
• Menjalin hubungan yang baik anatara rumah, masjid, dan sekolah
• Memperkuat hubungan orang tua, pendidik, dan anak
• Menerapkan aturan secara ajeg
• Menanamkan kecintaan anak pada belajar
• Menyediakan sarana pembudayaan yang bermanfaat
• Menanamkan tanggung jawab keislaman
• Memperdalam semangat jihad
Adapun nasihat yang mengandung nilai-nilai islami yang dituturkan dalam bentuk tembang macapat antara lain dalam bentuk tembang Asmaradana dan Pangkur berikut ini:
Pada netepana ugi
Kabeh parentahing syara’
Terusna lahir batine
Shalat limang wektu uga
Tan kena tininggala
Sapa ninggal dadi gabug
Yen misih demen ning praja
Aja nedya katempelan
Ing wawatek kang tan pantes ing budi
Watek rusuh nora urus
Tunggal klawan manungsa
Dipun sami karya labuhan kang patut
Darapon dadi tulada
Tinuta ing wuri-wuri
Kesemua pandangan, pengajuan pengertian, saran dan nasihat yang diajukan dimuka pada akhirnya mengarah pada tujuan utama pembinaan anak adalah mencapai keridhaan Allah SWT. Jalan yang ditempuh adalah dengan menjadikan anak terikat kepada Al-Quran sehingga mendapatkan karunia hikmah, tumbuh belas kasihan yang mendalam, menjaga kesucian diri, bertaqwa, berbakti kepada kedua orang tua, tidak memiliki sifat sombong dan tidak termasuk orang yang durhaka, sehingga selamat dan kesejahteraan dilimpahkan kepadanya: dari lahir, mati, dan dibangkitkan kembali (QS.19: 12-15). Wallahu a’lamu bishshawab.

Senin, 01 Maret 2010

KEMANDIRIAN PADA ANAK


Oleh : yennihartati
Rumah saya terletak di sebuah gang kecil di pinggiran kota Jakarta. Walau kecil, gang ini tidak pernah sepi. Ia menjadi akses ke jalan yang terbuka 24 jam. Ia juga jalan pintas yang menghubungkan sisi utara dan selatan.
Puncak lalu lintas di gang ini terjadi pada pagi dan siang hari. Bertepatan dengan jam masuk dan pulang sekolah. Pada waktu tersebut, suara kendaraan roda dua yang lalu lalang cukup memekakkan telinga. Para orang tua sibuk mengantarkan anak – anaknya berangkat sekolah. Ada juga para ibu yang mengantar anak – anaknya dengan berjalan kaki. Di bagian selatan ada dua SD dan satu TK.
Melihat fenomena ini, timbul pertanyaan di benak saya. Mengapa orang tua harus selalu mengantar anaknya ke sekolah ? Jika anak – anaknya masih TK atau kelas 1 dan 2 SD, masih bisa dimaklumi. Tapi banyak juga anak yang sudah cukup besar yang masih diantar. Dari postur badannya, saya menaksir mereka sudah kelas 4 SD ke atas.
Saya heran, karena sebenarnya tidak ada alasan kuat orang tua harus selalu mengantar anaknya ke sekolah. Mengingat, pertama, sebagian anak – anak itu sudah cukup besar. Kedua, jarak rumah mereka dengan sekolah tidak begitu jauh. Ketiga, perjalanan yang ditempuh tidak sulit. Mereka tidak perlu melewati jalan raya yang ramai dengan kendaraan. Keempat, pergi ke sekolah adalah hal yang rutin mereka kerjakan setiap hari (kecuali hari libur). Dengan melalui jalan yang sama. Lingkungan yang telah akrab dengan mereka. Mengapa beberapa orang tua tidak melatih anaknya untuk mandiri ? Mengapa orang tua tidak menyuruh anaknya untuk berjalan kaki ke sekolah? Padahal berjalan kaki di pagi hari justru menyehatkan mereka. Apakah orang tua takut anaknya terlambat ? Lalu, mengapa orang tua tidak membiasakan anaknya untuk bangun lebih bagi ? Yang juga bermanfaat bagi tubuh dan mental mereka.
Saya teringat dengan masa kecil saya. Hal ini mendorong saya untuk banyak bersyukur memiliki ayah dan ibu yang membiasakan anaknya mandiri sejak kecil. Ketika saya masih duduk di bangku TK (usia 5 tahun), ibu memang rutin mengantar dan menjemput saya ke sekolah. Karena untuk sampai ke sana, saya harus menyeberangi jalan raya yang cukup ramai. Waktu itu saya bertanya ke ibu, mengapa saya selalu diantar ke sekolah? Saya merasa sudah bisa melakukannya sendiri. Hingga pada suatu hari, ibu terlambat menjemput saya. Saya sudah tidak betah menunggu di sekolah. Akhirnya saya pulang sendiri. Saya sudah hampir sampai di rumah, dan ibu baru saja berangkat hendak menjemput. Ibu kemudian merangkul saya, sambil tertawa senang. Sejak itu, saya tidak pernah diantar jemput lagi.
Ketika saya mulai masuk SD. Sekolah saya lebih jauh lagi. Mungkin sekitar 1 km dari rumah. Dan saya juga harus menyebrangi jalan Jend. Sudirman, jalan raya yang paling ramai waktu itu. Tapi saya selalu pergi dan pulang sekolah dengan berjalan kaki, sendiri. Saya punya strategi. Saya menunggu rombongan kakak kelas lewat di depan rumah. Kemudian bergabung bersama mereka menuju sekolah.
Jadi sejak TK dan SD kelas satu pun, saya tidak diantar jemput orang tua lagi. Orang tua hanya membekali dengan nasihat. Kalau berjalan di pinggir, lihat kanan kiri sebelum menyeberang, dan nasihat lainnya.
Mengapa saya menceritakan masa kecil saya ? Tujuannya untuk menggambarkan bahwa sebenarnya anak – anak bisa mandiri di usia dini. Walaupun tidak bisa digeneralisir. Semuanya kembali kepada orang tua. Apakah mereka mau membangun kemandirian dalam diri anak – anaknya.
Melatih kemandirian perlu dilakukan sejak dini dari hal – hal yang kecil dan rutin. Seperti pergi dan pulang sekolah. Atau juga mengerjakan tugas sekolah. Saya cukup miris melihat tetangga saya. Setiap hari selalu mengantar anaknya yang sudah kelas 5 SD ke sekolah. Padahal jarak rumah ke sekolah hanya sekitar 300 meter. Saya juga pernah melihatnya mengerjakan PR si anak. Sedangkan anaknya sendiri sedang bermain bersama teman – teman. Rasa sayang orang tua kepada anak yang tidak pada tempatnya, justru berdampak buruk bagi anak. Saya teringat lagi, ibu saya yang seorang guru, tidak pernah sekali pun mengerjakan PR saya dan adik – adik. Ibu dan ayah hanya membimbing, dan mengajari kami.
Orang tua harus berubah. Mungkin awalnya timbul rasa kasihan pada anak. Melihat mereka harus bangun lebih pagi, berjalan kaki hingga peluh membasahi baju , dan lain – lain. Namun semua itu akan memberi manfaat yang besar bagi anak di kemudian hari.