Kamis, 04 Maret 2010

MENDIDIK ANAK USIA REMAJA (MENURUT TELADAN RASULULLAH SAW)

Oleh : Lutfi Fauzan

Anak merupakan amanah Allah bagi orang tuanya, dengan tugas dan tanggung jawab yang dilekatkan untuk mengasuh dan mendidik mereka. Bagaimana orang tua menerapkan cara pengasuhan dan pendidikan menentukan akan menjadi bagaimanakah nantinya anak tersebut. Al-Quran menyebut adanya anak yang:
  1. menjadi musuh (aduwwun) bagi orang tuanya;
  2. anak yang menjadi fitnah (fitnatun) bagi orang tuanya;
  3. sebagai hiasan atau kesenangan duniawi (zinatul hayatid dunya);
  4. cindera mata hati (qurrata a’yun) karena ia merupakan ladang amal bagi orang tuanya.
Begitu besar peran orang tua untuk menyelamatkan ataupun menggelincirkan anaknya diisyaratkan dalam hadits Rasulullaw saw, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah (membawa benih iman), maka orang tuanyalah yang menjadikan mereka yahudi, nasrani, ataupun majusi” — Fithrah mengandung arti membawa benih iman diperkuat dengan hadits qudsi yang menyatakan, “dan sesungguhnya Aku ciptakan manusia itu semuanya dalam keadaan hanif (lurus, condong pada kebenaran).
Tugas Mendidik Anak
Menurut ilmu bahasa, pendidikan (tarbiyah) berasal dari kata rabba, artinya memperbaiki sesuatu dan meluruskannya. Kata rabbun sendiri dalam dalam kalimat Rabbul Alamin berarti Pencipta, Pendidik, Pengasuh, Pemelihara (Yang Memperbaiki). Pengarang tafsir Al Baidhawi dalam menafsirkan Ar-rabb merupakan masdar (sebut-an) yang bermakna tarbiyah, yaitu menyampaikan sesuatu sampai menuju titik kesempurnaan sedikit demi sedikit.”
Dari antara sejumlah simpulan pengertian tarbiyah menurut ulama yang dapat kita jumpai adalah:
  1. Tarbiyah berarti menyampaikan sesuatu untuk mencapai kesempurnaan.
  2. Tarbiyah adalah menentukan tujuan melalui persiapan sesuai batas kemampuan untuk mencapai kesempurnaan.
  3. Tarbiyah adalah sesuatu yang dilakukan secara bertahap dan sedikit demi sedikit oleh seorang pendidik.
  4. Tarbiyah dilakukan secara berkesinambungan. Artinya tahapannya sejalan dengan kehidupan, tidak berhenti pada batas tertentu, terhitung dari buaian sam¬pai liang lahat.
  5. Tarbiyah adalah tujuan terpenting dalam kehidupan, baik secara individu maupun keseluruhan.
Mendidik bukan hanya tugas kalangan ahli pendidikan (dalam pengertian guru atau ustadz), tetapi setiap kita adalah pendidik. Demikian itu karena Allah telah menempelkan bakat mendidik itu pada setiap orang, dan pendidikan merupakan bagian dari sifat Allah yang dipercikkan kepada manusia untuk dikembangkan dalam melaksanakan tugas kekhalifahannya, utamanya dalam mendidik putra dan putrinya. Allah menegaskan di dalam Al-Quran, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jaga-peliharalah dirimu dan keluargamu dari kebinasaan (api neraka)…” (QS.66: 6). Selanjutnya dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullaw saw bersabda, yang artinya: “Urus dan lazimkan anak-anakmu dengan adab yang baik”. Pada hadits yang lain dinyatakan, “Tolonglah anak-anakmu untuk berbuat kebajikan” (H.R. Thabrani). Dan untuk memberikan semangat kepada orang tua dalam mendidik putra-putrunya, Rasulullah saw menegaskan, “Tidak ada pemberian orang tua yang lebih utama terhadap anak-anaknya daripada pendidikan yang baik”.
Sifat-Sifat Remaja
Mendidik anak, utamanya ketika memasuki masa remaja, yang merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Masa remaja yang ditandai dengan kematangan fisik dan seksual, perubahan naluri, pemikiran dan pola hubungan sosial, secara syar’i mereka telah mencapai usia bulugh (baligh). Masa tersebut dimulai pada usia 11 atau 12 untuk wanita, 13 sampai 15 untuk pria, dan biasanya diakhiri pada usia 21 atau 22 tahun. Pada masa ini anak memerlukan perhatian yang lebih serius. Hal ini disebabkan anak usia remaja yang mengalami berbagai perubahan dalam berbagai segi kepribadian-nya belum cukup memiliki pengalaman sekaligus sering diperlakukan secara mendua sehingga menimbulkan berbagai permasalahan bagi diri dan lingkungannya. Para orang tua dan pendidik hendaknya mampu memahami dan menyikapi perubahan tersebut Selain itu orang tua diharapkan mampu men¬ciptakan kiat (cara-cara) yang andal untuk menghadapi dan membantu mereka dalam mengatasi berbagai masalahnya sehingga di antara anak dengan orang tua tetap terjalin keserasian hubungan.
Tak jarang, ada juga orang tua dan pendidik yang kurang memahami gejolak jiwa anak-anak usia remaja. Misalnya saja, seorang ayah masih memperlakukan anak yang tengah remaja seperti halnya ketika anak itu masih kecil. Dia tidak memperhatikan perkem¬bangan-perkembangan baru yang sebenarnya membutuh¬kan kiat bergaul yang berbeda dengan masa kanak-kanak terakhir. Sikap dan pandangan semacam itu menimbulkan kesenjangan dan masalah antara orang tua dengan anaknya, dan keadaan seperti itu dapat terus berlangsung sampai anak itu mengin¬jak usia dewasa. Oleh karena itu penting bagi orang tua memahami sifat-sifat khas yang berkembang pada anak remajanya.
Sejumlah ciri sifat yang biasanya ada pada remaja antara lain: kecanggungan dalam pergaulan; kelebihan emosi; berubahnya beberapa pandangan hidup; muncul sikap kritis dan suka menentang; ingin mencoba-coba; tingginya minat kelompok; dan banyak dipengaruhi model identifikasi (tokoh untuk ditiru).
Dalam keadaan seperti itu remaja dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas-tugas kehidupan sesuai tingkat perkembangannya, antara lain: menerima keadaan fisik dan peran seksual dan sosialnya; mencapai kebebasan emosional dan ekonomi; mengembangkan keterampilan baru bagi persiapan kerja dan berperilaku sebagai warga negara yang dapat diterima; menentukan nilai-nilai yang dianut dengan kesadaran; dan mempersiapkan diri untuk kehidupan berkeluarga.
Bagaimana Rasulullah saw Menghadapi Remaja
Ciri perkembangan sekaligus permasalahan yang sering muncul pada remaja adalah berkenaan dengan perkembangan seksualnya. Perkembangan seksual seorang anak biasanya bersamaan dengan perkembangan organ-organ seksual dan jaringan saraf yang sangat penting dalam perkem¬bangan rasionya. Perubahan-perubahan tersebut disertai dengan gejala-gejala khusus dalam tingkah laku yang menuntut perhatian dan pengawasan. Seorang pemuda mulai menginjak jenjang kelaki-lakian dan seorang pemudi mulai menginjak jenjang kewanitaan dengan daya tarik dan misteri-misteri yang mengun¬dang kebingungan dan kegelisahaan.
Abi Umamah, dalam hadits riwayat Ahmad, mengisah¬kan bahwa seorang pemuda telah datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berzina.” Orang-orang yang ada di sekitarnya menghampiri dan memaki, “Celaka engkau, celaka engkau!” Rasulullah saw. mendekati pemuda itu dan duduk di sampingnya: Kemudian terjadilah tanya jawab (dialog) yang panjang antara Rasulullah saw. dengan pemuda itu:
Nabi saw: “Apakah engkau ingin hal itu (zina) ter¬jadi pada ibumu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada ibu mereka. Apakah engkau ingin hal itu terjadi pada saudara perempuanmu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada saudari-saudari mereka. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan bapakmu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada sudara perempuan bapak mereka. Apakah engkau ingin hal itu ter¬jadi pada saudara perempuan ibumu?”
Pemuda : “Sekali-sekali tidak. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusan Tuan.”
Nabi saw: “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada saudara perempuan dari ibu mereka.”
Kemudian Nabi saw. memegang dada pemuda itu seraya berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan peliharalah kemaluannya!” Setelah peristiwa itu, pemuda tadi menjadi orang yang arif.Beberapa nilai pendidikan yang terdapat pada peristiwa tersebut:
1. Rasulullah saw. Sangat memahami kejiwaan pemuda tersebut. Beliau tidak marah, bahkan memintanya untuk duduk didekatnya. Pengaruhnya sang pemuda merasa dihargai.
2. Rasulullah saw. menggunakan cara dialog, bertanya jawab secara bijak karena melalui cara tersebut anak dapat melontarkan pendapat kepada pendidiknya. Dan koreksi atas suatu pandangan dapat diberikan.
3. Masalah yang beliau tanyajawabkan berkisar pada masalah yang sedang dihadapi si pemuda tadi dan tidak keluar dari inti permasalahan atau tidak memecahkan konsen-trasi pemuda tadi dengan masalah-masalah yang lain.
4. Tanya jawab yang dilakukan Rasulullah saw merupakan cara yang paling cemerlang karena jawaban akan langsung keluar dari anak itu sendiri. Ketika Rasulullah saw. bertanya “apakah engkau suka bila zina dilakukan pada ibumu?” jawaban sang pemuda merupakan dalil pela¬rangan zina untuk dirinya sendiri. Selain itu, jawaban “sekali-kali tidak, demi Allah yang menjadikan saya se¬bagai tebusan Tuan,” merupakan pengakuan atas kesa¬lahan yang paling gamblang. Secara rinci, manfaat yang dapat kita ambil adalah:
a.Terjadinya interaksi esensial antara seorang anak didik dengan pendidiknya.
b. Pikiran anak didik akan terfokus dan terpusat pada pertanyaan yang dilontarkan.
c. ]awaban yang menggunakan kalimat negatif me¬rupakan metode pendidikan yang ilmiah dan realistis serta menjadi hujjah atas pelanggaran terhadap per¬buatan tertentu, baik secara kemasyarakatan maupun kemanusiaan.
5. Jumlah pertanyaan Rasulullah saw. yang banyak dapat menjadi dalil keyakinan yang menunjuk¬kan keingkaran pemuda itu terhadap perbuatan zina. Banyaknya dalil merupakan salah satu kiat pendidik¬an yang memperkuat hujjah dan alasan.
6. Di antara kiat penyembuhan yang digunakan Rasulul¬lah saw. adalah meletakkan tangannya yang mulia di dada orang yang mendapat masalah. Ketika beliau mele-takkan tangannya di dada pemuda tadi, dia pasti akan merasakan ketenteraman serta ketenangan jiwa. Sebab, ketika itu beliau mendoakan si pemuda dengan inti doa yang mencakup pengampunan dosa, penyucian hati, dan pemeliharaan kemaluan. Bercermin dari itu, tampaknya orang tua wajib menjadikan doa sebagai salah satu sarana penyembuh penyakit hati anak¬nya. Rasulullah saw. telah bersabda, “Ibadah yang paling utama adalah doa.” (Shahih al ]ami’ Ash Shaghir, hadits no. 1108). Dan Firman Allah, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan doa¬mu.” (QS76: )
Setelah peristiwa itu, tidak lagi tersirat dalam benak pemuda tadi untuk berzina. Tidak diragukan lagi, dia akan mendayagunakan pikiran dan potensinya untuk hal yang membuahkan hasil dan memberikan manfaat bagi diri dan masyarakatnya, seperti menyibukkan diri dalam belajar, jihad, atau aktivitas lain yang membantu perkembangan sosial, ekonomi, dan politik. Potensi ter¬sebut merupakan modal besar yang dapat diharapkan hasilnya.
Belajar dari i’tibar di atas Najib Khalid Al’Amir dalam bukunya “Tarbiyah Rasulullaw” menyarankan agar orang tua dan pendidik mengambil sikap terhadap anak-anak mereka yang sedang remaja, seperti tertera berikut ini:
  1. Mengetahui secara optimal perubahan-perubahan yang terjadi pada anak-anak mereka yang sedang remaja de¬ngan melakukan pengamatan yang jeli.
  2. Mengarahkan mereka (anak-anak) untuk selalu pergi ke masjid sejak kecil sehingga memiliki disiplin naluriah dan andil yang potensial dalam lingkungan rabbaniah. Jika dia seorang pemuda, anjurkan untuk membiasakan shalat berjamaah dan membaca A1 Qur’an.
  3. Membuka dialog dan menyadarkan mereka akan status sosial mereka.
  4. Menanamkan rasa percaya diri pada diri mereka dan siap mendengarkan pendapat-pendapat mereka.
  5. Menyarankan agar menjalin persahabatan dengan teman¬teman yang baik. Sikap tersebut dapat menjadi perisai positif dan menjauhkan mereka dari perbuatan-per-buatan nista.
  6. Mengembangkan potensi mereka di semua bidang yang bermanfaat.
  7. Menganjurkan kepada mereka untuk berpuasa sunah karena hal itu dapat menjadi perisai dari kebobrokan moral.
Ulama yang lain, Abdullah Nashih Ulwan mengajukan dua pedoman pokok untuk mendidik anak, yaitu pedoman mengikat dan pengawasan. Anak perlu diikat dengan aqidah, ibadah (wajib dan sunnah), pola pemikiran yang islami, nilai dan peran kemasyarakatan (pergaulan dengan akhlaq terpuji), dan dorongan pengembangan bakat serta potensi pribadi. Adapun pengawasan merupakan sikap kewaspadaan orang tua dalam mengamati setiap perkembangan anak-anaknya. Orang tua perlu mengawasi anaknya agar tetap berada pada jalur yang benar, tidak melakukan penyimpangan baik dalam hal makanan, pakaian, pergaulan, pola pemikiran, pengembangan kebiasaan, tradisi, dan amal ibadah pada umumnya.
Sejumlah saran yang beliau ajukan dalam upaya mendidik anak dan remaja antara lain:
• Menanamkan kerinduan pada usaha yang mulia
• Menyalurkan bakat fitri anak
• Menjalin hubungan yang baik anatara rumah, masjid, dan sekolah
• Memperkuat hubungan orang tua, pendidik, dan anak
• Menerapkan aturan secara ajeg
• Menanamkan kecintaan anak pada belajar
• Menyediakan sarana pembudayaan yang bermanfaat
• Menanamkan tanggung jawab keislaman
• Memperdalam semangat jihad
Adapun nasihat yang mengandung nilai-nilai islami yang dituturkan dalam bentuk tembang macapat antara lain dalam bentuk tembang Asmaradana dan Pangkur berikut ini:
Pada netepana ugi
Kabeh parentahing syara’
Terusna lahir batine
Shalat limang wektu uga
Tan kena tininggala
Sapa ninggal dadi gabug
Yen misih demen ning praja
Aja nedya katempelan
Ing wawatek kang tan pantes ing budi
Watek rusuh nora urus
Tunggal klawan manungsa
Dipun sami karya labuhan kang patut
Darapon dadi tulada
Tinuta ing wuri-wuri
Kesemua pandangan, pengajuan pengertian, saran dan nasihat yang diajukan dimuka pada akhirnya mengarah pada tujuan utama pembinaan anak adalah mencapai keridhaan Allah SWT. Jalan yang ditempuh adalah dengan menjadikan anak terikat kepada Al-Quran sehingga mendapatkan karunia hikmah, tumbuh belas kasihan yang mendalam, menjaga kesucian diri, bertaqwa, berbakti kepada kedua orang tua, tidak memiliki sifat sombong dan tidak termasuk orang yang durhaka, sehingga selamat dan kesejahteraan dilimpahkan kepadanya: dari lahir, mati, dan dibangkitkan kembali (QS.19: 12-15). Wallahu a’lamu bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar