Selasa, 09 Februari 2010

Memahami Waktu Shalat Fardhu



“Sesungguhnya solat itu diwajibkan atas orang-orang yang beriman menurut waktu-waktu yang tertentu” ( Q.S. An-Nisa’ :103 )
“Dirikanlah solat ketika gelincir matahari hingga waktu gelap malam dan dirikanlah solat subuh sesungguhnya solat subuh itu adalah disaksikan (keistimewaannya)”. ( Q.S. Al-Isra’ : 78 )
Dengan berkembangnya peradaban manusia, berbagai kemudahan-kemudahan diciptakan untuk membuat manusia lebih praktis dalam segala hal termasuk dalam beribadah khususnya shalt fardu. Saat ini kita mengetahui banyak sekali diterbitkan jadwal waktu shalat dari berbagai instansi maupun organisasi antara lain; Departemen Agama, PP Muhammadiyah, PP Persis, PP Nahdatul Ulama (NU) dsb. Namun kesemuanya tidak dapat dilepaskan dari kaidah yang sebenarnya digunakan untuk menentukan waktu shalat yaitu "Pergerakan Matahari " dilihat dari bumi.

Sebelum manusia menemukan hisab/perhitungan falak/astronomi, pada zaman Rasulullah waktu shalat ditentukan berdasarkan observasi terhadap gejala alam dengan melihat langsung matahari. Lalu berkembang dengan dibuatnya Jam Surya atau Jam Matahari serta Jam Istiwa atau seing disebut Tongkat Istiwa dengan kaidah bayangan matahari.


Dari sudut pandang FQkih waktu shalat fardhu seperti dinyatakan di dalam kitab-kitab fiqih adalah sebagi berikut :
Waktu Subuh Waktunya diawali saat Fajar Shiddiq sampai matahari terbit (syuruk). Fajar Shiddiq ialah terlihatnya cahaya putih yang melintang mengikut garis lintang ufuk di sebelah Timur akibat pantulan cahaya matahari oleh atmosfer. Menjelang pagi hari, fajar ditandai dengan adanya cahaya samar yang menjulang tinggi (vertikal) di horizon Timur yang disebut Fajar Kidzib atau Fajar Semu yang terjadi akibat pantulan cahaya matahari oleh debu partikel antar planet yang terletak antara Bumi dan Mars . Beberapa menit kemudian cahaya ini seolah menyebar di cakrawala secara horizontal, dan inilah dinamakan Fajar Shiddiq. Secara astronomis Subuh dimulai saat kedudukan matahari ( s° ) sebesar 18° di bawah horizon Timur sampai sebelum piringan atas matahari menyentuh horizon yang terlihat (ufuk Mar'i / visible horizon). Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria sudut s=20° dengan alasan kepekaan mata manusia lebih tinggi saat pagi hari karena perubahan terjadi dari gelap ke terang.

Waktu Zuhur Disebut juga waktu Istiwa (zawaal) terjadi ketika matahari berada di titik tertinggi. Istiwa juga dikenal dengan sebutan Tengah Hari (midday/noon). Pada saat Istiwa, mengerjakan ibadah shalat (baik wajib maupun sunnah) adalah haram. Waktu Zuhur tiba sesaat setelah Istiwa, yakni ketika matahari telah condong ke arah Barat. Waktu tengah hari dapat dilihat pada almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan algoritma tertentu. Secara astronomis, waktu Zuhur dimulai ketika tepi piringan matahari telah keluar dari garis zenith, yakni garis yang menghubungkan antara pengamat dengan pusat letak matahari ketika berada di titik tertinggi (Istiwa). Secara teoretis, antara Istiwa dengan masuknya Zuhur ( z° ) membutuhkan waktu 2 menit, dan untuk faktor keamanan biasanya pada jadwal shalat waktu Zuhur adalah 4 menit setelah Istiwa terjadi atau z=1°.

Waktu Ashar Menurut Mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali, waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri. Sementara Madzab Imam Hanafi mendefinisikan waktu Ashar jika panjang bayang-bayang benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Ashar dapat dihitung dengan algoritma tertentu yang menggunakan trigonometri tiga dimensi. Secara astronomis ketinggian matahari saat awal waktu Ashar dapat bervariasi tergantung posisi gerak tahunan matahari/gerak musim. Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria waktu Ashar adalah saat panjang bayangan = panjang benda + panjang bayangan saat istiwa. Dengan demikian besarnya sudut tinggi matahari waktu Ashar ( a° ) bervariasi dari hari ke hari.

Waktu Maghrib Diawali saat matahari terbenam di ufuk sampai hilangnya cahaya merah di langit Barat. Secara astronomis waktu maghrib dimulai saat seluruh piringan matahari masuk ke horizon yang terlihat (ufuk Mar'i / visible horizon) sampai waktu Isya yaitu saat kedudukan matahari sebesar i° di bawah horizon Barat. Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria sudut i=18° di bawah horison Barat.
Waktu ‘Isya Diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit Barat, hingga terbitnya Fajar Shiddiq di Langit Timur. Secara astronomis, waktu Isya merupakan kebalikan dari waktu Subuh yaitu dimulai saat kedudukan matahari sebesar i° di bawah horizon Barat sampai sebelum posisi matahari sebesar s° di bawah horizon Timur.
Waktu Imsak adalah awal waktu berpuasa. Diawali 10 menit sebelum Waktu Subuh dan berakhir saat Waktu Subuh. Ijtihad 10 menit adalah perkiraan waktu saat Rasulullah membaca Al Qur'an sebanyak 50 ayat waktu itu.

Demi menjaga "keamanan" terhadap jadwal waktu shalat yang biasanya diberlakukan untuk suatu kawasan tertentu, maka dalam hal ini setiap awal waktu shalat menggunakan kaidah "ihtiyati" yaitu menambahkan beberapa menit dari waktu yang sebenarnya. Besarnya ihtiyai ini biasanya ditambahkan 2 menit di awal waktu shalat dan dikurangkan 2 menit sebelum akhir waktu shalat.
Akibat pergerakan semu matahari 23,5° ke Utara dan 23,5° ke Selatan selama periode 1 tahun, waktu-waktu tersebut bergesar dari hari-kehari. Akibatnya saat waktu shalat juga mengalami perubahan. oleh sebab itulah jadwal waktu shalat disusun untuk kurun waktu selama 1 tahun dan dapat dipergunakan lagi pada tahun berikutnya. Selain itu posisi atau letak geografis serta ketinggian tempat juga mempengaruhi kondisi-kondisi tersebut di atas.

Berdasarkan konsep waktu menggunakan posisi matahari secara astronomis para ahli kini berusaha membuat rumus waktu shalart berdasarkan letak geografis dan ketinggian suatu tempat di permukaan bumi dalam bentuk sebuah program komputer yang dapat menghasilkan sebuah tabulasi data secara akurat dalam sebuah "Jadwal Waktu Shalat". Kini software waktu shalat terus dibuat dan dikembangkan diantaranya: Accurate Times, Athan Software, Prayer Times, Mawaqit, Shalat Time dsb. serta software produksi BHR Departemen Agama yang disebarluaskan secara nasional yaitu Winhisab. Program ini masih terlalu sederhana untuk kelas Nasional dan saya yakin BHR bisa membuat yang lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar